Langsung ke konten utama

OPINI: Pentingnya Membangun Emosi dalam Pengabdian Masyarakat di Wilayah Pesisir

 Pentingnya Membangun Emosi dalam Pengabdian Masyarakat di Wilayah Pesisir

Oleh : Mutahassin Bilhaq

Indonesia memiliki karakter yang unik, yaitu terdapat jutaan potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, tidak terkecuali potensi sumber daya alam di sektor perikanan dan kelautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan perkiraan kasar nilai potensi laut Indonesia sampai Maret 2019 adalah senilai 1.772 triliun. Tentu saja idealnya potensi besar tersebut akan berdampak sangat signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir. Namun realita di lapangan tidak sejalan dengan ekspektasi, selama ini masyarakat wilayah pesisir masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Peter Garlans Sina mengungkapkan bahwa persoalan kemiskinan sebenarnya disebabkan oleh ketidakmampuan individu atau kelompok dalam memahami konsep ekonomi, sehingga diperlukan kecakapan atau literasi ekonomi sebagai upaya memperbaiki pola konsumsi, gaya hidup maupun pengelolaan keuangan dari masyarakat.

   Kondisi masyarakat pesisir pada umumnya memang masih jauh mengalami ketertinggalan, baik dari tingkat pendapatan, kesehatan, maupun tingkat pendidikan. Untuk dapat memajukan kesejahteraan dan kemandirian suatu daerah secara berkelanjutan, salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan sumber daya manusia agar dapat memahami konsep ekonomi dan bagaimana mengelola uang dengan baik seperti yang Peter Garlans Sina sampaikan tadi. Sebenarnya hal ini sudah sejak lama disadari oleh banyak pihak yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir, mulai dari organisasi masyarakat hingga mahasiswa sudah banyak yang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dan penyuluhan di daerah pesisir sambil mengajarkan kecerdasan finansial. Sementara pemerintah lebih banyak membuat program bantuan dibandingkan dengan memberdayakan atau meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa masih banyak masyarakat pesisir yang hidup di bawah garis kemiskinan? Ini sama dengan pertanyaan mengapa dengan begitu banyaknya tips atau cara menjadi orang sukses yang mudah di cari di internet, tetapi kenyataannya tidak semua orang menjadi sukses? Jawabannya, walaupun seseorang tahu ilmunya tetapi tidak memiliki emosi atau alasan yang kuat kenapa dia harus melakukan hal tersebut, dia tidak akan mengambil tindakan. Hal ini sebenarnya dapat dibuktikan tanpa adanya penelitian, kita ambil contoh seorang ayah yang mendapati anaknya sedang sakit dan membutuhkan biaya Rp5 juta hari itu juga untuk biaya perawatan, maka beliau akan mati-matian untuk mendapatkan uang tersebut hari itu juga karena adanya emosi dan alasan yang sangat kuat putra/putri kesayangannya harus sembuh. contoh sebaliknya, saya yakin semua orang tahu bahwa olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan, tetapi banyak orang yang masih malas untuk berolahraga, karena kembali ke alasan di atas tadi. Dari sini timbul pertanyaan lagi, lalu bagaimana agar seseorang mempunyai emosi untuk melakukan sesuatu? Salah satu cara yang dapat di lakukan yaitu memvisualisasikan apa nikmat yang akan diperoleh ketika mengerjakan hal tersebut, serta apa sengsara yang sangat dramatis jika tidak melakukan hal tersebut, ini karena otak manusia di desain untuk mencari nikmat dan menghindari sengsara.

Selama ini saya merasa kegiatan pengabdian masyarakat atau penyuluhan di daerah pesisir kurang atau bahkan tidak ada pendekatan emosi sama sekali dalam pelaksanaannya. Saya pernah tergabung dalam tim penyululuhan masyarakat pesisir yang dilaksanakan di Desa Bajulmati, Kelurahan Gajah Rejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada bulan November 2019. Pada saat itu saya berpikir kegiatan tersebut berjalan dengan sangat baik, tetapi ketika saya meyadari pentingya peran emosi dan alasan yang kuat terhadap keputusan seseorang mengambil tindakan, saya langsung teringat dengan kegiatan penyuhan tersebut, karena saya sendiri merupakan mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan yang banyak mempelajari tentang masyarakat pesisir juga. Saya menyadari bahwa kegiatan di bulan November 2019 tersebut lebih mengarah ke orasi saja tanpa membentuk atau menciptakan emosi dan alasan yang sangat kuat terhadap masyarakat disana, akhirnya pengetahuan yang diberikan hanya tersimpan di pikiran mereka tetapi cenderung tidak take action walaupun mereka tahu itu sangat penting untuk di lakukan. Inilah menurut saya yang menjadi kekurangan dalam kegiatan pengabdian atau penyuluhan terhadap masyarakat pesisir sejauh ini, terutama dalam mengajarkan konsep ekonomi dan bagaimana mengelola uang.

Pertanyaan terakhir, apa yang selanjutnya harus di lakukan? Tentu saja kita sebagai mahasiswa harus terus melakukan dan memperbanyak kegiatan pengabdian dan penyuluhan masyarakat, khususnya kepada masyarakat pesisir. Tetapi kali ini menggunakan pendekatan emosi agar tercipta alasan yang kuat untuk take action. Mengingat kembali kutipan proklamator bangsa, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”, sebuah kata yang mengisyaratkan bahwa pemuda (mahasiswa) memiliki kemampuan serta potensi yang sangat hebat untuk berkontribusi membangun bangsa ini. Mahasiswa bukan sekedar orang yang menutut ilmu di perguruan tinggi, tetapi lebih dari itu. Mendapat gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan yang dibarengi dengan tanggung jawab besar di dalamnya. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, mahasiswa diharapkan mampu memberikan perubahan dalam upaya mewujudkan Indonesia menjadi negara maju. Fungsi agent of change yang tersemat dalam diri mahasiswa hendaknya jangan dijadikan slogan semata. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi pribadi yang peka terhadap permasalahan di sekitarnya serta mengabdikan diri kepada masyarakat.

Sebagai penutup saya ingin mengutip pernyataan seorang Tung Desem Waringin, ia merupakan pelatih sukses dan pembicara terbaik di Indonesia versi Majalah Marketing. Dalam bukunya Life Revolution, beliau menyampaikan bahwa emosi salah > keputusan salah, keputusan salah > tindakan salah, tindakan salah > hasil salah, hasil salah > nasib salah, nasib salah > hidup salah. Kesimpulannya, emosi yang berbeda bisa berdampak pada nasib yang berbeda, yang pada akhirnya menghasilkan hidup yang berbeda. Memberikan emosi dan alasan yang sangat kuat terhadap hal-hal penting dan yang ingin kita capai dalam hidup sangatlah penting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: The 5 Levels of Leadership

  gambar: media.oiipdf.com Oleh : Mutahassin Bilhaq   Identitas Buku Judul               : The 5 Levels of Leadership Penulis            : John C. Maxwell Penerbit          : Center Street Tahun Terbit   : 2011 Halaman         : 452 halaman Kategori          : Leadership Bahasa             : Inggris Harga              : $17.66 Ringkasan "Leadership is one of my passions. So is teaching it. I’ve dedicate more than thirty years of my life to helping others learn what I know about leading. In fact, I spend about eight days every year teaching leadership. In the last several years, I’ve thought about it on six continents. The subject is inexhaustible. Why? Because everything rises and falls on leadership. If you want to make a positive impact on the world, learning to lead better will help you do it.” -hlm. 7 The 5 Levels of Leadership merupakan salah satu dari sekian banyak buku karya John C. Maxwell, beliau merupakan penulis, pembicara, dan sekaligus pakar

HARIAN AQUA (Vol. 33): HARGA BBM NAIK, APA KATA MAHASISWA?

Harga BBM Naik, Apa Kata Mahasiswa? (Sumber: garta.com) Malang, LPM AQUA -Selasa (12/09/2022), BBM atau singkatan dari bahan bakar minyak merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari suatu pengilangan ( refining) minyak mentah ( crude oil ). Minyak mentah yang berasal dari perut bumi ini diolah dalam pengilangan dahulu untuk menghasilkan suatu produk-produk minyak yang termasuk di dalamnya yaitu BBM. Pemerintah pada S abtu, 3 September 2022, resm i menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM. Berbagai tanggapan menanggapi kenaikan dari harga BBM tidak menyurutkan langkah pemerintah. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.      (Sumber: pertamina.com) Berbagai respon pun tertuai terutama dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa memberikan beragam tanggapan mengenai kenaikan BBM yang terjadi di Indonesia.

RESENSI BUKU: SEIKHLAS AWAN MENCINTAI HUJAN

Seikhlas Awan Mencintai Hujan (Sumber: pustakabukubekas_pinterest.com) Malang, LPM AQUA -Jumat (25/03/2022) Buku ini mengajarkan cara bagaimana kita mengikhlaskan sesuatu yang kita sendiri tidak mau melepaskannya. Terkadang tuhan menghadirkan kehilangan bukan untuk ditangisi, tetapi untuk mengajari agar jangan terlalu dalam berharap pada seseorang. Tidak ada siapa pun yang akan sanggup kehilangan seseorang yang paling kita inginkan dalam hidup. Seseorang yang sangat kita harapkan untuk tinggal dan menua di bawah satu atap yang sama. Seseorang yang pernah kita bayangkan tentang menjalani suatu pagi dan menyambut matahari berdua bersama. Seseorang yang kepadanya ia pernah berencana membuat sepasang kursi, tempat di mana bisa duduk untuk menyaksikan langit senja. Seseorang yang kepadanya ia berjanji untuk saling menjaga hingga tutup usia.  Bagaimana bila nama yang kau sebut di sepertiga malammu bukan nama yang ingin Tuhan satukan denganmu?  Pada akhirnya, tidak ada yang mampu dilakukan se