Langsung ke konten utama

Konservasi Mangrove sebagai Upaya Pengoptimalan Ekosistem Blue Carbon

 

Konservasi Mangrove sebagai Upaya Pengoptimalan Ekosistem Blue Carbon

(Doc. LPM Aqua)

 [LPM AQUA, 01 Agustus 2021], pada kesempatan ini kami melakukan wawancara intensif dengan salah satu peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, I Wayan Eka Dharmawan. Wawancara kali ini membahas mengenai “Konservasi Mangore Sebagai Upaya Pengoptimalan Ekosistem Blue Carbon.”

Melihat krisis iklim yang sangat mengkhawatirkan ini, para peneliti ahli menemukan terobosan baru untuk mengurangi karbon dan juga efek rumah kaca. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan ekosistem biru, yakni mangrove, terumbu karang, lamun, dan rumput laut. Indonesia sebagai negara maritime yang notabene mempunyai luas perairan lebih luas dari daratan, sudah sepatutmya untuk memaksimalkan penuh potensi di bidang maritim.

Mengutip dari penjelasan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyampaikan bahwa Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja, menyampaikan dalam sambutannya bahwa Indonesia memiliki basis sumber daya alam dan potensi karbon biru yang sangat kaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini didukung oleh fakta bahwa wilayah Indonesia meliputi lebih dari 60 dari total wilayah Coral Triangle dunia, yang terutama didominasi oleh bagian timur Indonesia. Pemerintah saat ini sudah melakukan rehabilitasi mangrove sebagai salah satu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3, Novrizal Tahar, menyampaikan bahwa sampah merupakan salah satu ‘predator’ bagi ekosistem pesisir di Indonesia. Timbulan sampah di lautan berasal dari kebocoran sampah dari daratan ke perairan serta aktivitas di lautan. Saat ini, Indonesia sedang mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut, bahwa Indonesia akan menurunkan sampah laut sebesar 70% pada tahun 2025. Rencana aksi yang dilakukan meliputi lima kelompok kerja yang terintegrasi dengan berbagai lembaga.
“Hingga tahun 2020, dapat kita pastikan terjadi penurunan sampah laut sebesar 15,30%, sehingga ini menunjukkan adanya upaya dan masifnya gerakan untuk memastikan sumberdaya karbon biru terjaga dengan baik. Potensi untuk menjadi negara super power dengan tiga hamparan mangrove, lamun, dan terumbu karang akan sia-sia jika kita tidak menangani persoalan sampah laut,” ujar Novrizal.

Berikut ini merupakan hasil wawancara yang telah dilaksanakan:

Blue carbon merupakan karbon yang disimpan oleh ekosistem yang berada di pesisir, terdiri dari mangrove, lamun, dan Salt Marshes. Namun ekosistem Salt Marshes belum ada di Indonesia. Terdapat solusi lain seperti Algae, namun Algae belum ada di skema blue carbon dikarenakan belum ada riset mendalam tentang keberlanjutan dari potensi Algae dalam penyerapan karbon. Untuk di Indonesia, potensi besar untuk penyerapan karbon terdapat di mangrove, karena mengingat lahan mangrove yang luas di Indonesia. Luas mangrove di Indonesia sekitar 3,21 juta ha yang juga mempunyai tegakan besar, mempunyai potensi besar untuk menyerap karbon dan menyimpannya sebagai ekosistem karbon biru.

Sistematika penyerapan karbon oleh mangrove ini sebenarnya sama dengan fisiologi tumbuhan darat pada umumnya. Salah satu pemicu pemanasan global yaitu CO2. Tanaman secara umum memang mampu menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Adanya klorofil dan melalui skema fotosintesis, karbon akan diubah menjadi biomassa yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Secara umum, mangrove merupakan jenis tumbuhan semi tertutup. Siklus karbon pada mangrove yaitu mangrove akan melepaskan karbon dalam bentuk biomassa/serasah, untuk proses adaptasi. Ketika daun mangrove berguguran, sebagian akan tersimpan pada sistem perakaran yang kuat dan langsung dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Mangrove berpotensi besar untuk menyimpan karbon pada sedimen. Dibandingkan hutan darat, mangrove bisa 5x lebih besar untuk penyimpanan karbon

 

1.        Seberapa penting keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan blue carbon?

Jawaban:

Pasar karbon di Indonesia belum ada regulasi yang tepat untuk mengemisikan gas rumah kaca. Semakin luas mangrove, semakin juga serapannya. Indonesia mempunyai luasan mangrove yang besar, sehingga lebih berpotensi untuk menyerap karbondioksida di atmosfer, dibandingkan dengan mangrove di negara lain.

2.        Dalam konservasi ada istilah jejaring kawasan konservasi yang dimana hal itu berarti menghubungkan kawasan konservasi satu dengan lainnya. Tetapi di Indonesia sendiri terdapat jarak antara kawasan konservasi satu dengan lainnya, sebenarnya seberapa penting adanya jejaring kawasan konservasi ini dan jika memang penting bagaimana cara mengupayakannya?

Jawaban:

Jejaring kawasan konservasi itu biasanya terdapat baground story pendirian jejaring. Misalnya di kawasan Taman Nasional Celuk Cendrawasih, mereka dimanfaatkan untuk jenis mamalia laut, sebagai kawasan untuk melindungi habitatnya. Kawasan konservasi juga digunakan untuk melindungi biota yang bermigrasi (burung, ikan, dll). Misalnya, ikan dari Bali, bermigrasi ke Makasar, lalu bermigrasi lagi ke Palu, sehingga dalam 3 kawasan tersebut harus memiliki kawasan konservasi yang saling memiliki fungsi yang sama untuk melindungi habitat. Oleh karena itu, diperlukan riset mendalam untuk mengetahui kawasan jejaring konservasi. Misalnya juga terdapat di Bintan, yang mempunyai kawasan konservasi yang memounyai habitat untuk melindungi dugong. Konservasi satwa bisa digunakan untuk melindungi habitat, dan harus dibentuk dalam ekosistem yang berantai.

Mangrove secara ekologi sebagai habitat untuk biota laut dan mempunyai kompleksitas satwa yang paling banyak. Mangrove penyedia sumber pangan/produsen utama terbesar di pesisir. Ketika produsen utama menghilang, maka rantai tropic level akan terganggu dan semakin berkurang.

3.        Besarnya Potensi karbon biru dari pesisir Indonesia, apakah sudah ada Roadmap  mengenai Blue Carbon?   

Jawaban:

Kebijakan Indonesia, sudah Menyusun dokumen NDC yang menunjukkan seberapa besar kontribusi Indonesia untuk menurunkan emisi CO2, yang terkait dengan global warming. Dalam kebijakannya, Indonesia sudah mendiklair menurunkan sekitar 26% tanpa bantuan siapapun dari berbagai sector. Tapi, ketika terdapat interfensi yang tadi, Indonesia mampu menurunkan sekitar 41% hingga tahun 2030. Dari target tersebut, pemerintah akan menurunkan di lima sector, yaitu energi yang akan mengarah ke penggunaan energi terbarukan, kehutanan (mangrove akan masuk ke sector kehutanan, padang lamun akan masuk ke sektor kelautan). Biasanya perhitunganya yaitu hasil simpanan dikalikan dengan satu persamaan konversi, itu menjadi hasil serapan emisi yang berkurang dari setiap ekosistem. Kemudian juga sector pertanian, seperti penggunaan biogas, pengairan yang lebih hemat air, kemudian limbah dan industry. Kelima sector tersebut akan dikurangi untuk mencapai angka 29 dan 41%, dari segi kebijakan. Indonesia juga sudah merencanakan pembangunan rendah karbon, yang ingin melihat berapa capaian penurunan emisi. Pembangunan yang digunakan dipastikan rendah karbon dalam berbagai sector. Kemudian dari segi riset, terkait blue carbon dari sisi mangrove, itu sudah banyak riset. Pak wayan sudah mengerjakan riset dari tahun 2016-2018 mengenai blue carbon, dan hasilnya yaitu bisa memetakan potensi serapan karbon dan potensi simpanan kabon di Indonesia. Jadi membuat seperti polusi paper jadi seperti saran pembuat kebijakan. Misalnya sudah memetakan mangrove di Indonesia mempunyai potensi sekitar 3 tera ton karbon, yang disimpan, kemudian yang diserap sekitar hampir 200 mega ton CO2/ tahun. Proyeksi serapan karbon lebih tinggi dibandingkan serapan karbon global, jadi Indonesia bisa lebih cepat dibandingkan global. Untuk sekarang yang dibutuhkan dari sector lamun, dan perlu banyak riset khususnya luasan lamun, kemudian potensi simpanan.

4.        Hal apa yang menjadi tantangan (hambatan) terkait konservasi mangrove untuk pengoptimalkan  ekosistem karbon biru?

Jawaban:

Alih guna lahan menjadi permasalahan yang sedang dihadapi mangrove,karena terjadi penurunan luasan. Dalam decade ini, mangrove sudah mengalami penurunan lahan yang cukup banyak. Penurunan tersebut, Sebagian besar disebabkan oleh budidaya, seperti perubahan lahan mangrove menjadi tambak, yang bahkan sudah terjadi sekitar 20 tahun yang lalu. Mereka tidak sadar bahwa, hanya 30% akuakultur yang benar-benar produktif, sisanya 70% yang sudah dikonversi juga tidak produktif. Waktu itu terdapat kasus di Bali pada tahun 80-an, mangrove di Bali itu di Teluk Benoa, dulu massif digunakan untuk area pertambakan, karena berfikir tambak lebih menguntungkan dibandingkan dengan mangrove. Namun, ternyata salah, tambaknya tidak menghasilkan banyak dan karena mangrovenya sudah dikonversi jadinya ikannya sedikit. Akhirnya, di tahun 90-an, area pertambakan akhirnya dibangun kembali untuk ekosistem mangrove. Sekarang terdapat konversi mangrove untuk perkebunan kelapa sawit. Sehingga mangrove mempunyai dua permasalahan utama, yakni akuakultur dan penanaman kelapa sawit. Kalau penebangan lliar, jika masih ada habitatnya, mangrove akan tumbuh lagi. Terdapat pula tumpahan minyak di laut, yang juga menyebabkan kematian mangrove yang masif.

5.        Apakah dampak dari kerusakan ekosistem biru terhadap blue carbon, termasuk didalamnya terdapat ekosistem mangrove?

Jawaban:

Kehilangan ekosistem mangrove, maka tidak bisa menikmati jasa ekosistem mangrove. Misalnya, pulau-pulau kecil, saat mangrovenya hilang makan intrusi  air laut akan semakin banyak. Interusi itu merupakan air laut/air asin akan masuk ke sumur air tawar masyarakat. Jadi ketika mangrove dirusak, maka air sumur akan berubah menjadi air tawar atau air payau. Air merupakan sumber komponen dalam hidup, jadi ketika kehilangan air bersih, pulau-pulau kecil akan kesulitan mencari air bersih. Kemudian, secara ekonomi seperti di Papua, mereka menjadikan mangrove untuk mencari biota ekonomis, misalnya kepiting. Disitu, kepiting menjadi komoditas utama. Jadi ketika mangrove itu hilang, maka ekonomi masyarakat akan terguncang. Secara global, ketika kehilangan mangrove potensi serapan blue carbon juga akan berkurang.

6.        Seberapa besar keterkaitan kesehatan mangrove dengan potensi penyerapan karbon biru?

Jawab:

Sedimen merupan tempat penyimpanan karbon yang diserap oleh mangrove. Jadi, sedimen tidak bisa menyerap karbon, namun sedimen digunakan untuk menyimpan karbon yang sudah diserap oleh mangrove dan tidak bisa keluar dari sistem ekologinya. Akar mangrove yang rapat, digunakan seperti saringan. Sebetulnya, sedimen bisa menyimpan karbon hasil dari serapan mangrove, dan di daerah estuari dari hasil yang dibawa oleh sungai, kemudian dimasukkan dalam skema pasang surut. Salah satu riset tentang Mangrove Health Index (MHI), bisa digunakan untuk menghubungkan dengan biota, sedimen, dll. Kemarin MHI dihubungkan dengan emisi gas rumah kaca dari sedimen, jadi apabila mangrovenya sehat akan diketahui keluaran gas rumah kaca. Dari segi kesehatan mangrove berhubungan positif, di mana ketika mangrovenya sehat maka potensi penyerapan karbon akan semakin besar/tinggi. Saat ini MHI masih melibatkan parameter tegakan, belum sampai sedimen. Saat ini, ada karbon yang tersimpan dalam biomassa, hubungannya sangat kuat. Pada aplikasi MonMang, akan dibuat pemetaan tentang karbon. Bulan Oktober akhir, akan ada launching aplikasi MonMang kedua dengan fitur yang banyak, seperti identifikasi otomatif, jadi hanya memfoto jenis mangrovenya nanti sudah bisa diketahui jenis/nama mangrovenya. Selanjutnya, pada MHI, tinggal mendownload area mangrove, nanti aka nada sebaran MHI, juga bisa mendownlad satu provinsi, dan juga mengetahui apakah mangrove berdiri di lahan yang jelek atau bagus.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: The 5 Levels of Leadership

  gambar: media.oiipdf.com Oleh : Mutahassin Bilhaq   Identitas Buku Judul               : The 5 Levels of Leadership Penulis            : John C. Maxwell Penerbit          : Center Street Tahun Terbit   : 2011 Halaman         : 452 halaman Kategori          : Leadership Bahasa             : Inggris Harga              : $17.66 Ringkasan "Leadership is one of my passions. So is teaching it. I’ve dedicate more than thirty years of my life to helping others learn what I know about leading. In fact, I spend about eight days every year teaching leadership. In the last several years, I’ve thought about it on six continents. The subject is inexhaustible. Why? Because everything rises and falls on leadership. If you want to make a positive impact on the world, learning to lead better will help you do it.” -hlm. 7 The 5 Levels of Leadership merupakan salah satu dari sekian banyak buku karya John C. Maxwell, beliau merupakan penulis, pembicara, dan sekaligus pakar

HARIAN AQUA (Vol. 33): HARGA BBM NAIK, APA KATA MAHASISWA?

Harga BBM Naik, Apa Kata Mahasiswa? (Sumber: garta.com) Malang, LPM AQUA -Selasa (12/09/2022), BBM atau singkatan dari bahan bakar minyak merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari suatu pengilangan ( refining) minyak mentah ( crude oil ). Minyak mentah yang berasal dari perut bumi ini diolah dalam pengilangan dahulu untuk menghasilkan suatu produk-produk minyak yang termasuk di dalamnya yaitu BBM. Pemerintah pada S abtu, 3 September 2022, resm i menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM. Berbagai tanggapan menanggapi kenaikan dari harga BBM tidak menyurutkan langkah pemerintah. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.      (Sumber: pertamina.com) Berbagai respon pun tertuai terutama dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa memberikan beragam tanggapan mengenai kenaikan BBM yang terjadi di Indonesia.

RESENSI BUKU: SEIKHLAS AWAN MENCINTAI HUJAN

Seikhlas Awan Mencintai Hujan (Sumber: pustakabukubekas_pinterest.com) Malang, LPM AQUA -Jumat (25/03/2022) Buku ini mengajarkan cara bagaimana kita mengikhlaskan sesuatu yang kita sendiri tidak mau melepaskannya. Terkadang tuhan menghadirkan kehilangan bukan untuk ditangisi, tetapi untuk mengajari agar jangan terlalu dalam berharap pada seseorang. Tidak ada siapa pun yang akan sanggup kehilangan seseorang yang paling kita inginkan dalam hidup. Seseorang yang sangat kita harapkan untuk tinggal dan menua di bawah satu atap yang sama. Seseorang yang pernah kita bayangkan tentang menjalani suatu pagi dan menyambut matahari berdua bersama. Seseorang yang kepadanya ia pernah berencana membuat sepasang kursi, tempat di mana bisa duduk untuk menyaksikan langit senja. Seseorang yang kepadanya ia berjanji untuk saling menjaga hingga tutup usia.  Bagaimana bila nama yang kau sebut di sepertiga malammu bukan nama yang ingin Tuhan satukan denganmu?  Pada akhirnya, tidak ada yang mampu dilakukan se