Langsung ke konten utama

CERPEN: Di Tengah Samudra Biru


DI TENGAH SAMUDRA BIRU


Karya: Ruth febe maryeta

Cuaca adalah suatu bentuk kejutan dalam perjalanan. Malam ini, bintang-bintang hanya memunculkan sedikit dirinya, dan lautannya benar-benar gelap. Tiba-tiba, seketika senja sirna. Malam menjadi menakutkan bagiku, entah apa yang ada di dalam lautan ini. "Apakah monster laut itu benar-benar ada?" tanyaku selalu. Coba kau munculkan dirimu sekarang!

Hujan datang malam itu, aku yang sesak hanya duduk di kasur kapal, menatapi anak kecil yang berlarian di sepanjang lorong kapal. Akhirnya, aku memutuskan untuk keluar menuju bagian luar kapal. Sesampai diluar, kulihat hanya ada seorang anak laki-laki disana. Ia memandangku, kami bertatapan mata cukup lama. Kulitnya berwarna coklat, rambutnya terurai kedepan dengan poni. Memakai celana batik gombrang terlihat seperti motif  Betawi, memakai hoodie berwarna hijau dan headphone berwarna cream. Aku yakin ia sangat manis jika tersenyum. Aku ingin mengajaknya bicara, menanyakan lagu apa yang sedang ia dengarkan, dari mana asalnya, berapa umurnya. Jarak kami berdiri tidaklah jauh, hanya sekitar satu meter. Aku hening, begitupun dia. Hujan mungkin bosan akan keheningan kami, lantas turun semakin deras sampai airnya mengenai diriku. Dua jam hanya menatapi hujan ditemani olehnya, tanpa berbicara sepatah kata pun. Akhirnya, aku memutuskan untuk masuk ke dalam kapal, karena bajuku semakin basah. Aku meninggalkannya disana tanpa berkata apa-apa. Sepuluh menit kemudian, dia melintasi tempat dudukku. Dia melihat ke arahku, dan tersenyum tipis. Hatiku berdebar, aku tidak bisa tidur malam itu.

(Keesokan harinya) Hari ini kapal akan bersandar, telah sampai ketujuan akhir. Aku berharap akan bertemu dengannya lagi, tapi setelah kucari-cari, dia tidak ada. Dan sampai di pintu hendak turun dari kapal, aku melihatnya. Ya benar, itu dia. Aku mengenali kulit coklatnya, dia masih memakai hoodie yang kemarin malam kami bertemu. Lagi-lagi kami bertatapan, aku tersenyum sebagai ucapan sampai jumpa, dan dia juga membalas senyumku sambil menganggukkan kepala. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, tapi aku belum puas menatapnya. Aku belum sempat mengajaknya bicara dan tidak mempunyai keberanian untuk itu. Kunamai dirinya si Coklat, tanpa ada interaksi, diri ini jatuh hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...

RESENSI BUKU: PERTEMUAN DUA HATI

PERTEMUAN DUA HATI (Sumber: bukabuku.com) A.                Identitas Buku a)                  Judul Buku                  : Pertemuan Dua Hati b)                  Pengarang                   : Nh. Dini c)                   Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama Jakarta d)                  Tahun Terbit  ...

CERPEN: Pelangi Dibawah Langit Basah

  Pelangi Dibawah Langit Basah        Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Langit. Ia adalah seorang pelukis yang menghabiskan sebagian besar waktunya di tepi sungai, menciptakan lukisan-lukisan indah yang terinspirasi dari alam sekitarnya. Namun, meski hidup dikelilingi keindahan, hatinya terasa sepi. Suatu sore, saat langit mulai gelap, Langit melihat seorang gadis duduk di tepi sungai. Gadis itu bernama Senja pendatang baru di desa itu. Dengan rambut panjang yang tergerai dan mata yang bersinar, Senja tampak terpesona oleh keindahan alam di sekelilingnya. Langit merasa tertarik dan, tanpa ragu, ia mendekatinya. "Hai, aku Langit. Apa yang kamu lukis?" tanyanya sambil melihat sketsa di tangan Senja.  Senja tersenyum. "Aku sedang mencoba menggambar pemandangan ini, tapi rasanya sulit. Kamu seorang pelukis?"  Langit mengangguk. "Aku lebih suka melukis lanskap. Mari aku tunjukkan beberapa teknik."  ...