Hari Pers Nasional, Menilik Sejarah Pers
Malang, LPM AQUA-Rabu (09/02/2022) HPN yang
memiliki singkatan Hari Pers Nasional yang mana diperingati setiap tahun pada tanggal 9
Febuari juga bersamaan dengan hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Keputusan Presiden Soeharto
pada 23 Januari 1985 itu menjabarkan pers nasional Indonesia memiliki peranan
penting dan sejarah perjuangan dalam pelaksanaan pembangunan sebagai wujud pengamalan Pancasila.
Pelaksanaan serta
penyelenggaraan dalam Hari Pers Nasional dilakukan bersama antara komponen pers, masyarakat, dan pemerintah. Landasan ideal HPN yaitu
sinergi. Sinergi dengan antar komponen pers, pemerintah dan juga masyarakat,
seperti tertera pada untaian pita yang menggambarkan huruf HPN.
Dalam sejarahnya kehendak
untuk menerbitkan suatu surat kabar di Hindia Belanda pada waktu itu sebetulnya telah lama diinginkan,
namun dihambat oleh pemerintah VOC. Kemudian setelah Gubernur Jenderal Gustaaf
Willem Baron van Imhoff menjabat, baru terbitl surat kabar "Bataviasche
Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang mempunyai arti "Berita
dan Penalaran Politik Batavia" pada 7 Agustus 1744.
Pada saat Inggris mendominasi
wilayah Hindia Timur pada 1811, terbit surat kabar berbahasa Inggris "Java
Government Gazzete" pada 1812. "Bataviasche Courant" lalu berganti
menjadi "Javasche Courant" yang terbit tiga kali seminggu pada 1829.
Pada 1851, "De
Locomotief" terbit di Semarang. Surat kabar tersebut mempunyai semangat
kritis akan pemerintahan kolonial dan pengaruh besar. Abad ke-19, terbit surat
kabar berbahasa Melayu dan Jawa walaupun para redakturnya orang Belanda,
seperti "Bintang Timoer" (Surabaya, 1850), "Bianglala"
(Batavia, 1867), "Bromartani" (Surakarta, 1855), dan "Berita
Betawie" (Batavia, 1874).
Pada 1907, muncul "Medan
Prijaji" di Bandung yang mana menjadi pelopor pers nasional karena pertama kali diterbitkan
oleh pengusaha pribumi, yaitu Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Saat Jepang menduduki Indonesia tahun
1942, kebijakan dalam pers pun berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan juga China tidak
diperbolehkan beroperasi. Masa itu ada lima surat kabar yang tak boleh
beroperasi diantaranya
Celebes Shinbun di Sulawesi, Jawa Shinbun yang terbit di Jawa, Sumatra Shinbun
di Sumatra Boernoe Shinbun di Kalimantan, dan Ceram Shinbun di Seram.
Sejumlah tonggak sejarah pers
Nasional Indonesia juga tercipta pada masa itu, seperti LKBN Antara pada 13
Desember 1937, RRI pada 11 September
1945, dan organisasi PWI pada 1946 yang mana akan menjadi asal mula Hari Pers
Nasional. Lahir juga stasiun televisi pemerintah yaitu TVRI tahun 1962.
Bulan September sampai akhir tahun
1945, pers nasional semakin
bertambah kuat terlihat dengan penerbitan "Berita Indonesia"
di Jakarta dan "Soeara Merdeka" di Bandung bersama dengan sejumlah
surat kabar diantaranya "Independent",
"Merdeka", "Indonesian News Bulletin", "The Voice of
Free Indonesia", dan "Warta Indonesia".
Sebelum terdapat Keputusan
Presiden Nomor 5 Tahun 1985, HPN sudah dianggap sebagai salah satu keputusan
Kongres ke-28 Persatuan Wartawan (PWI) di Kota Padang, Sumatra Barat, pada
1978. Kesepakatan itu tidak lepas dari keinginan masyarakat pers dalam
menetapkan hari bersejarah untuk memperingati keberadaan dan peran pers secara
nasional. Pada sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981,
keinginan itu disetujui oleh para Dewan Pers yang mana kemudian disampaikan
kepada pemerintah bersamaan dengan menetapkan pelaksanaan penyelenggaraan Hari
Pers Nasional.
Pers terkadang menghadapi
dinamika suatu permasalahan dari masa ke masa. Tidak hanya saat masa Orde Baru,
namun sebelum Orde Baru, dari
belenggu kolonialisme dan
kebebasan pers yang dibungkam, hingga saat ini. Oleh karena itu, dengan peringatan Hari Pers
Nasional, insan pers dan juga masyarakat telah seyogianya senantiasa berbenah
dan mewujudkan cita-cita Indonesia. (anw)
Sumber:
https://indonesiabaik.id/infografis/sejarah-lahirnya-pers-di-indonesia
Komentar
Posting Komentar