Langsung ke konten utama

CERPEN: DOUBLE STANDARD: KAMU DIPUJI, AKU DICACI MAKI

Double Standard: Kamu dipuji, Aku dicaci Maki

Oleh: Rara Amerea A.

Cottonbro_pexels.com


Malam yang sunyi, cahaya yang samar-samar menemani dengan pilu seorang perempuan yang termenung di dalam kamar. Kakinya Ia lipat, kepalanya Ia tundukkan menyentuh lutut. Dalam keadaan seperti ini tidak ada yang menyemangatinya, bahkan dirinya saja tidak mampu. 

Helaan nafas yang berat terdengar. Satu hari yang berat diantara hari-hari yang berat telah terlewati. Hari yang begitu menguras emosi. Hei menurutmu sudah seharusnya manusia diperlakukan secara adil bukan tanpa pandang bulu? Tanpa melihat gender? Kenyataannya sungguh pilu. Kalian mau tahu apa yang terjadi?

Pola pikir yang aneh bersarang di otak Manusia. Entah sadar atau tidak melalui perkataan dan tindakan, manusia mulai menyakiti sesamanya. Mengerikan bukan?

Pagi hari itu, langkah kaki kecilnya membawa dirinya masuk ke kelas. Memulai pagi dengan senyuman kecil dan hati yang riang. Sekelompok siswa bergerombol di depan dirinya, berceloteh ria sebelum bel masuk dimulai. Berbicara mengenai kegemaran masing-masing. 

“Keren banget... Nonton sepak bola langsung di Inggris. Berapa duit tuh?” Tawa menguar menemani pembicaraan mereka. Menceritakan kegemaran mereka tanpa ada yang menjatuhkan. 

Ia yang sedari tadi duduk di belakang mereka hanya terdiam mendengar percakapan mereka, tak berniat melibatkan diri dalam obrolan pagi tersebut. Hingga sebuah suara menginterupsinya. 

“Heh! denger-denger kamu kemarin abis dari Korea nonton konser K-Pop ya?”

“Idih najis banget nonton plastik aja harus ke luar negeri.”

“Mendingan aku dong ke luar negeri nonton pertandingan bola lebih jelas daripada nontonin orang joget-joget kaga jelas.”

“Lagian nonton gituan bisa kali lewat youtube, ga usah repot-repot buang duit ke Korea. Hadeh.”

“Buang-buang duit sama tenaga tau, besok-besok jangan gitu deh demi kebaikan lo sendiri.”

Rentetan-rentetan opini menyakitkan menyerang dirinya, tanpa memberikan waktu untuk membela dirinya. Alis yang mengerut dan wajah yang bingung berpadu menjadi satu. 

Heran, Ia Heran dengan teman-teman yang berada di depannya. Mengapa dengan mudah menjatuhkan kegemaran orang lain tanpa memikirkan perasaannya? Bahkan temannya sendiri tadi membicarakan dirinya yang pergi ke luar negeri tuk melihat pertandingan bola, tidak mereka jatuhkan? Kenapa?

Masing-masing individu memiliki kegemaran bukan? Jadi kenapa kegemaran yang satu dianggap jelek dan lainnya dianggap baik? Bukankah sama saja selama kegemaran tersebut tidak merugikan orang lain? Mengapa ada perbedaan perlakuan?

Helaan nafas terdengar, mulutnya terbuka hendak berbicara tetapi sebuah suara telah mendahuluinya.

“Denger-denger kamu mau lanjut ke univ ya?”

“Ngapain njir lo tuh cewek mah sampe SMA aja cukup gausah tinggi-tinggi sekolah lo”

“Nanti kalo ga ada yang mau sama kamu gegara pendidikan kamu yang tinggi, aku mampusin kamu.”

“Eh, kamu tuh termasuk siswa eligible kan?”

“Hah?? Kamu termasuk siswa eligible? Harusnya tuh aku yang masuk bener kata dia kamu mah ga usah mimpi lanjut ke univ deh. Cewek mah diam aja di rumah harusnya cowok kek aku yang termasuk siswa eligible. Gak bisa dibiarin, aku bakal protes ke guru.”

HAH??????

Opini sampah kembali menguar. Kenapa terdapat perbedaan lagi? Aneh, pola pikir manusia menjadi aneh. Kenapa segitu mudahnya menilai seseorang? Kenapa terdapat perbedaan perlakuan di tiap orang? Apakah mereka sadar kalau ucapan mereka telah menyakiti hati seseorang? Sungguh aneh pola pikir manusia zaman sekarang menumpulkan toleransi antar sesama. Aneh memang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: The 5 Levels of Leadership

  gambar: media.oiipdf.com Oleh : Mutahassin Bilhaq   Identitas Buku Judul               : The 5 Levels of Leadership Penulis            : John C. Maxwell Penerbit          : Center Street Tahun Terbit   : 2011 Halaman         : 452 halaman Kategori          : Leadership Bahasa             : Inggris Harga              : $17.66 Ringkasan "Leadership is one of my passions. So is teaching it. I’ve dedicate more than thirty years of my life to helping others learn what I know about leading. In fact, I spend about eight days every year teaching l...

HARIAN AQUA (Vol. 33): HARGA BBM NAIK, APA KATA MAHASISWA?

Harga BBM Naik, Apa Kata Mahasiswa? (Sumber: garta.com) Malang, LPM AQUA -Selasa (12/09/2022), BBM atau singkatan dari bahan bakar minyak merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari suatu pengilangan ( refining) minyak mentah ( crude oil ). Minyak mentah yang berasal dari perut bumi ini diolah dalam pengilangan dahulu untuk menghasilkan suatu produk-produk minyak yang termasuk di dalamnya yaitu BBM. Pemerintah pada S abtu, 3 September 2022, resm i menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM. Berbagai tanggapan menanggapi kenaikan dari harga BBM tidak menyurutkan langkah pemerintah. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.      (Sumber: pertamina.com) Berbagai respon pun tertuai terutama dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa memberikan beragam tanggapan mengenai kenaikan BBM yang terjadi d...

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...