ESAI: POTENSI SUMBERDAYA MARITIM SEBAGAI PENYEIMBANG PANGAN DI TENGAH MENYEMPITNYA LAHAN PERTANIAN DI INDONESIA
POTENSI SUMBERDAYA MARITIM SEBAGAI PENYEIMBANG PANGAN DI TENGAH MENYEMPITNYA LAHAN PERTANIAN DI INDONESIA
Oleh: Titis Dwi Andhani(Sumber: Tranmautritam-pexels.com)
Malang, LPM AQUA-Rabu (06/04/2022) Indonesia merupakan negara dengan
luas daerah perairan lebih besar dibandingan dengan luas wilayah daratan. Luas
wilayah laut yang dimiliki Indonesia mencapai 2/3 dari total luas wilayah
Indonesia. Wilayah yang begitu luas tersebut, seharusnya potensi sumberdaya
bisa lebih dimanfaatkan secara optimal. Terlebih juga wilayah maritime
Indonesia terletak strategis di jalur perdaganagn dunia dan juga sebagai tempat
pertemuan berbagai jalur pelayaran dunia. Kekayaan dari sector maritime
tentunya tidak diragukan lagi. Potensi maritime Indonesia khususnya ikan yang
merupakan jenis sumberdaya pulih dengan diikuti oleh hutan mangrove, biota
perairan lainnya serta pulau-pulau kecil. Sebagaimana disebutkan bahwa potensi
sumberdaya kelautan terdiri atas sumberdaya pulih meliputi ikan dan lainnya,
sumberdaya tidak dapat pulih mencakup hasil tambang dari dalam bumi, energi kelautan
mencakup gelombang, pasang surut, Ocean Thermal Energy Conversion, angin
dan yang terakhir jasa transportasi. Pembahasan ini mengenai keefektifan
pemanfaatan sumberdaya maritime terkhusus ikan sebagai cadangan pangan di
Indonesia yang kini lahan pertanian sudah semakin menyempit. Oleh karena itu,
dibutuhkan terobosan baru untuk mengantisipasi agar Indonesia tetap hidup
dengan sumber ketahanan pangan yang optimal. Sebagai negara agraris dan negara
maritime, kedua sumber pangan tersebut sangat berpotensi penuh untuk ketahanan
pangan nasional. Ketahanan pangan dan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan gizi
yang optimal sudah tertuang dalam Undang-undang No. 18/2012 tentang Pangan,
yang menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Berbagai lembaga internasional telah melakukan pembahasan mengenai upaya
kinerja yang mendalam berkaitan dengan ketahanan pangan yang dilakukan oleh Food
and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pertanian dan Pangan
Dunia, Asia and the Pacific Economic Cooperation (APEC) atau Kerja Sama
Ekonomi Asia dan Pasifik, Asociation of Southeast Asia Nations (ASEAN)
atau Perkumpulan Negara-negara Asia Tenggara. Berbagai negara juga telah secara
inisiatif untuk membahas masalah fleksibilitas pangan global, seperti
pemerintah Jerman yang menjadi tuan rumah Konferensi Bonn tahun 2011 serta
Singapura juga turut mengadakan konferensi internasional ketahanan pangan di
Asia.
Berdasarkan data pada tahun 1999-2007
menunjukkan bahwa total konsumsi pangan penduduk Indonesia masih di bawah
persyaratan minimum yang disarankan yaitu 2000 kkall kapita/hari. Hal tersebut
dilihat dengan membandingkan tingkat konsumsi pangan yang dianjurkan dan
tingkat konsumsi makanan menurut kelompok pangan yang dianjurkan. Makanan yang
dianjurkan untuk asupan serat yang baik berasal dari konsumsi buah dan sayur.
Kecukupan gizi terutama serat guna meningkatkan proses dari sistem pencernaan
berasal dari makan sayur yang cukup dan seimbang dengan konsumsi pangan yang
lain. Terutama untuk anak usia 5-10 tahun, makan makanan yang penuh serat
sangat dianjurkan, karena untuk melancarkan sistem pencernaannya. Jika
kebutuhan serat tidak terpenuhi secara optimal, baik anak maupun orang dewasa,
maka akan terjadi gangguan pada kelancaran sistem perncernaan. Gizi yang baik
tentunya berasal dari menu pangan yang seimbang. Menu seimbang mengacu pada
menu yang berisi berbagai macam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai,
yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh manusia untuk memelihara dan
memperbaiki sel manusia, proses kehidupan, dan tumbuh kembang. Oleh karena itu,
perlu disediakan menu seimbang yang mengandung beragam makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizinya.
Tentunya gizi yang seimbang sangat
diharapkan oleh semua manusia di berbagai kalangan. Namun apalah daya,
kebutuhan ekonomi yang mendesak seringkali dijadikan alasan utama pada kasus
kelaparan. Contoh kasus kelaparan di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan yaitu
seperti peristiwa yang terjadi di Maluku, terkhusus di daerah Pulau Seram,
Kabupaten Maluku Tengah, pada tahun 2018, terjadi gagal panen yang menyebabkan
sejumlah masyarakat terkena busung lapar hingga terjadi kematian. Peristiwa
gagal panen cukup sering menjadikan indikasi utama di daerah-daerah terpencil
yang mengandalkan ladang pertanian sebagai penunjang bahan pokok pangannya.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat menyebabkan angka kebutuhan pangan semakin
tinggi, sedangkan di sisi lain tingkat produksi beras semakin menurun. Harga beras
yang meningkat dikarenakan produksi yang tidak sesuai target dan diikuti dengan
kasus kelaparan yang juga semakin meningkat dikarenakan masyarakat dengan
ekonomi menengah ke bawah tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan mereka.
Kurangnya daya dukung pemerintah untuk cepat mengatasi permasalahan penyempitan
lahan mengakibatkan lahan akan semakin tergerus. Bukan hanya beras, tetapi juga
bermacam jenis sayuran kaya serat yang tidak lagi ditanam di lahan pertanian,
melainkan di polybag sebagai alternatif untuk sayuran rumahan. Terkhusus
jenis sayur bisa ditanam di tempat seperti polybag dan media tanam yang
lain, tetapi untuk padi hanya bisa ditanam di lahan pertanian. Penyempitan
lahan yang terjadi terus-menerus akan berakibat fatal bagi ketahanan pangan di
Indonesia. Setiap tahun telah terjadi penyempitan lahan sekitar kurang lebih
1000 hektar. Cukup banyak berkurang bagi lahan pertanian. Masalah penyempitan
lahan akan terus menjadi topik utama dalam hal penyebab menurunnya
produktivitas beras di Indonesia. Hal ini dikarenakan penyempitan lahan akan
sejalan dengan kebutuhan manusia, diantaranya lahan untuk akses transportasi,
usaha dan lain sebagainya.
Potensi maritime harus terus
dikembangkan seiring dengan kondisi global yang mengalami kemajuan. Sektor
maritime merupakan sector yang bisa dijadikan alternatif bahan pangan ketika
produktivitas beras sudah semakin menurun. Produktivitas beras di Indonesia
tercatat menurun dari tahun 2018-2020 dengan penurunan sebesar 7,76%. Tentu
saja dengan penurunan yang begitu signifikan kurang dibarengi dengan alternatif
cadangan pangan yang efektif untuk tetap memenuhi kebutuhan gizi. Penyempitan
lahan pertanian diduga kuat sebagai penyebab menurunnya produksi beras di
Indonesia. Beras atau nasi ketika sudah masak, menjadi pangan utama penghasil
karbohidrat terbesar untuk tubuh. Satu porsi nasi putih seukuran mangkok (180
gram), setidaknya terkandung 50 gram karbohidrat.
Sebagai makanan utama, tentunya tidak bisa digantikan dengan bahan pangan
lainnya. Identitas sebagai negara agraris tentunya menjadikan produksi
pertanian sebagai pangan utama di Indonesia. Tapi pada kenyatannya semakin
tahun lahan pertanian semakin menyempit yang mengakibatkan produksi pertanian
terutama beras menurun drastis. Kondisi ini menyebabkan Indonesia masih
menggunakan produk impor beras luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan di
Indonesia. Tentunya beras impor harga yang ditawarkan jauh lebih mahal
dibandingkan dengan beras lokal. Dugaan penimbunan oleh distributor beras luar
negeri yang memasarkan beras ketika stok beras dalam negeri berkurang
mengakibatkan yaitu harga beras yang melonjak drastis.
Berbeda dengan wilayah maritime dengan produksi ikan yang terbesar, tentunya dapat menyeimbangkan konsumsi pangan bagi manusia. Laut merupakan habitat bagi ikan dan organisme air yang sangat melimpah. Kelimpahan produk perikanan di Indonesia masih kurang dikelola dengan baik. Ikan merupakan penghasil protein hewani yang tergolong tinggi sebesar 17%. Kandungan protein yang tinggi merupakan salah satu alasan produk perikanan dijadikan sebagai penyeimbang pangan di Indonesia. Data produksi ikan konsumsi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian produk perikanan di Indonesia memiliki harga yang ekonomis sehingga diterima oleh masyarakat golongan menenga kebawah. Salah satu contoh produksi ikan di Indonesia yaitu ikan teri dan ikan kembung. Harga yang ekonomis serta mudah ditemukan di mana saja menjadi unggulan dari ikan ini. Keunggulan tersebut terkadang menghasilkan suatu pertanyaan, apakah ikan teri memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan harga yang ekonomis tersebut?. Kandungan dalam 100 gram ikan teri segar mengandung energi 77 kkal, protein 16 gram, lemak 1 gram, kalsium 500 miligram, fosfor 500 miligram, besi 1 miligram, Vitamin A 47 serta Vitamin B 0.1 miligram. Seluruh tubuh ikan teri dapat dikonsumsi hingga tulang dan kepalanya sehingga proses penyerapan gizi terserap dengan baik dalam tubuh manusia. Ikan teri juga mengandung kalsium yang tinggi sehingga membantu dalam pertumbuhan tulang dan gigi serta mencegah pengeroposan tulang dan gigi dalam tubuh. Kalsium dalam ikan teri juga tidak mudah larut dalam air sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Lemak dalam ikan teri juga mengandung asam lemak omega 3 yang tinggi yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kecerdasan otak. Tak lupa pula protein dalam ikan teri juga mengandung bermacam-macam asam amino esensial beberapa diantaranya yaitu leusin dan lisin. Leusin merupakan asam amino esensial yang memiliki fungsi dalam pertumbuhan anak-anak dalam pembentukan dan perombakan protein otot dalam tubuh sedangkan lisin merupakan asam amino esensial yang bermanfaat dalam petumbuhan anak-anak dalam perbaikan jaringan-jaringan dalam tubuh. Harga yang ekonomis, mudah ditemukan di mana-mana dengan keberadaan yang melimpah serta memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, sungguh merupakan sumber pangan yang sangat dibutuhkan di keadaan produksi sumber pangan dari pertanian yang diakibatkan oleh lahan pertanian yang semakin sempit ini.
Komentar
Posting Komentar