Langsung ke konten utama

PAGI

 

PAGI

Oleh : Dian Nisa

 

“Huft, untung saja aku tidak terlambat”

Pagi ini, hampir saja aku harus berdiri di tengah lapangan sepak bola hingga jam istirahat. Semua ini karena angkot yang kunaiki mogok tiba-tiba. Alhasil aku harus naik ojek supaya cepat sampai di sekolah.

Pelajaran pertamaku hari ini adalah matematika. Ku bergegas menuju kelas yang kutuju. Semoga pelajaran belum dimulai.

“Tumben Ra baru datang jam segini. Kenapa?” tanya Dini.

“Tadi angkotnya mogok di tengah jalan, akhirnya aku naik ojek deh ke sininya,” jawabku.

“Oh....”

Pelajaran matematika kali ini berjalan seperti biasa, meskipun di akhir jam pelajaran guru matematikaku memberikan tugas proyek yang sepertinya sulit. Menyebalkan.

“Ra ayo ke kantin. Aku lapar banget nih,” ajak Dini

“Eh, kayaknya aku mau ke lokerku dulu deh. Mending kamu ke kantin duluan, nanti aku nyusul, oke?”

“Yah, oke deh. Jangan lama-lama ya.”

“Iya, cuma sebentar kok.”

Aku harus mengambil buku pelajaranku untuk kelas yang selanjutnya. Aku lebih suka menyimpan buku-buku pelajaranku di loker dari pada di rumah. Alasannya sih supaya tidak ada yang ketinggalan hehehe. Padahal aslinya aku malas sekali membawa buku-buku yang berat itu.

“Bunga? Dari siapa?” batinku.

Aku terheran, bagaimana bisa ada bunga di lokerku sedangkan aku tidak pernah menaruh bunga di dalamnya. Apakah ada seseorang yang membobol lokerku? Tapi bagaimana bisa? Entahlah, mungkin aku harus menanyakannya pada Dini. Aku harus lebih berhati-hati sekarang.

-----

“Lama banget sih Ra, kamu ngapain aja?” protes Dini.

“Din, mungkin nggak sih ada orang yang bisa ngebobol loker orang lain?”

“Ya bisa aja sih. Kenapa? Lokermu dibobol orang ya?” Aku mengangguk.

“Lihat apa yang kutemukan,” aku menunjukkan bunga yang aku temukan pada Dini.

“Wow, romantis banget sih! Ra kayaknya kamu punya secret admirer deh. Eh eh ada suratnya tuh Ra, cepetan buka!”

“Eh? Perasaan tadi surat itu tidak ada saat aku menemukan bunga ini,” batinku.

‘PAGI’

Hanya itu isi suratnya. Anehnya lagi dia menulisnya dengan bolpoin merah. Siapa kira-kira yang memberikan bunga ini untukku. Dan mengapa dia nekat membobol lokerku.

“Ra, kayaknya kamu benar-benar punya secret admirer deh,” seru Dini.

“Sepertinya iya.”

Baiklah, mari kita lihat seberapa jauh kau akan melakukan ini secret admirer-ku.

-----

Sudah tiga bulan aku terus menemukan bunga dan surat berada di dalam lokerku. Bahkan semua bunga dan surat yang dia kirimkan pun sama. Aku mulai penasaran apa yang dia inginkan. Dan kenapa isi suratnya selalu sama?

Brug...

“Oh maafkan aku. Aku terburu-buru hingga tidak melihat kau di sini. Sekali lagi maafkan aku,” ucap seorang anak laki-laki yang barusan menabrakku hingga buku-buku yang dibawanya jatuh.

“Tidak apa-apa. Lain kali hati-hati ya.”

“Iya. Aku duluan ya kalau begitu. Mari.” Anak itu pamit dan segera meninggalkan tempatku tadi. Sepertinya dia benar-benar sedang terburu-buru.

Tunggu. Mengapa anak itu tersenyum janggal seperti itu? Aneh.

Saat aku ingin kembali ke kelas, aku menemukan sesuatu. Kelopak mawar? Anak itu? Apakah benar anak laki-laki tadi yang telah memberikanku bunga dan surat selama ini? Hahaha lucu sekali. Ternyata benar masih ada orang yang menggunakan cara kuno ini.

Kulangkahkan kakiku ke tempat yang dia tuju. Tidak salah lagi, pasti dia menuju perpustakaan.

“Tumben, sepi sekali perpustakaan ini,” batinku.

Kutelusuri rak demi rak, berharap untuk menemukan pelaku dari semua kejadian selama tiga bulan ini.

Nah, akhirnya ketemu...

“Hei, bisa kita bicara?” tanyaku.

“Apa kau sudah tau kalau itu aku?” tanya anak laki-laki itu.

“Iya. Langsung saja kutanya. Apa motifmu melakukan itu padaku? Kau suka padaku?”

“Cih, jangan harap. Mana bisa aku menyukai buronanku yang selanjutnya?”

Apa maksudnya? Aku buronannya? Apa-apaan ini?

“Apa maksudmu?” tanyaku.

“Akan kubuat kau menyesali perbuatan yang pernah kau lakukan pada adikku dulu.”

Seketika dia berlari menerjangku dengan pisau ditangannya. Tidak ada yang bisa kulakukan kecuali diam dan kebingungan. Dia berhasil menerkamku layaknya buronan. Kutatap parasya sebelum aku menutup mataku. Dia. Bagaimana bisa?

Hahaha sekarang aku mengerti kenapa ini terjadi. Mungkin ini memang karma bagiku. Karma karena telah menabrak seorang anak laki-laki kecil saat aku sedang mabuk. Tak kusangka akan secepat ini.

--END--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: The 5 Levels of Leadership

  gambar: media.oiipdf.com Oleh : Mutahassin Bilhaq   Identitas Buku Judul               : The 5 Levels of Leadership Penulis            : John C. Maxwell Penerbit          : Center Street Tahun Terbit   : 2011 Halaman         : 452 halaman Kategori          : Leadership Bahasa             : Inggris Harga              : $17.66 Ringkasan "Leadership is one of my passions. So is teaching it. I’ve dedicate more than thirty years of my life to helping others learn what I know about leading. In fact, I spend about eight days every year teaching l...

HARIAN AQUA (Vol. 33): HARGA BBM NAIK, APA KATA MAHASISWA?

Harga BBM Naik, Apa Kata Mahasiswa? (Sumber: garta.com) Malang, LPM AQUA -Selasa (12/09/2022), BBM atau singkatan dari bahan bakar minyak merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari suatu pengilangan ( refining) minyak mentah ( crude oil ). Minyak mentah yang berasal dari perut bumi ini diolah dalam pengilangan dahulu untuk menghasilkan suatu produk-produk minyak yang termasuk di dalamnya yaitu BBM. Pemerintah pada S abtu, 3 September 2022, resm i menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM. Berbagai tanggapan menanggapi kenaikan dari harga BBM tidak menyurutkan langkah pemerintah. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.      (Sumber: pertamina.com) Berbagai respon pun tertuai terutama dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa memberikan beragam tanggapan mengenai kenaikan BBM yang terjadi d...

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...