Langsung ke konten utama

MIMPI

MIMPI

Oleh : Dian Nisa

 

Sial!

Lagi-lagi aku dijadikan mereka bahan empuk untuk ejekan. Tak seharusnya aku ikut acara ini. Ingin rasanya mengulang waktu agar aku dapat memilih saja untuk tidur di kamarku, sendirian ditemani dengan kucing kesayanganku. Namun, bajak sudah tedorong ke bancah. Ku hanya bisa menikmati semuanya. Menerimanya karena memang itu yang saat ini sedang terjadi.

“Masa sih sampe sekarang belum ada Ran?”

“Belum, tapi aku yakin akan sesuai ekspektasiku,” jawabku dengan penuh keyakinan. Ya, setidaknya itu yang bisa kulakukan.

“Apa kau tidak ada keinginan seperti teman-temanmu yang lain Ran?”

“Untuk saat ini tidak. Aku masih ingin bebas diumurku yang masih muda. Lagipula aku merasa belum memiliki tanggung jawab itu.”

“Wah mantap juga prinsipmu itu. Yang kuat ya Ran” katanya sambil menertawakanku.

Hah, sudah kuduga ujungnya seperti ini. Biarlah. Toh mereka hanya peran pendukung dalam hidupku.

“Memangnya skill apa yang kamu punya hingga kau optimis sekali bisa sukses?” Kali ini semakin menjadi-jadi pertanyaan yang mereka berikan. Hah! Memang seharusnya aku tidak ikut acara pamer dan interview berkedok “REUNI” ini.

“Yang pasti lebih banyak daripada yang memberikanku pertanyaan ini.” Sekarang ku balikkan fakta itu.

“Yang sabar ya Yan,” sahut Bimo sambil tertawa mengejek

“Eh Ran, tapi kamu nggak salah ambil pilihankan? Ya kali aja kamu tu sebenarnya terpaksa gitu selama ini,” sambung Bimo.

“Ya untungnya aku gak salah ambil pilihan ya, udah aku pertimbangin dari awal aku daftar.”

“Satu lagi nih aku mau tanya, jangan tersinggung ya. Emangnya kamu bener-bener yakin bisa dapet pekerjaan dan sukses nantinya? Ya siapa taukan kamu nanti... yaa gitu lah pokoknya,” lanjut bimo dan diakhiri dengan tawanya yang sungguh menjengkelkan. Rasanya ingin sekali kuplester mulutnya dengan lakban supaya tidak lagi tanya yang aneh-aneh. Menyebalkan.

Kuhela nafas dan kujelaskan kepada mereka.

“Jadi begini, kalau aku udah yakin masuk ke jurusan yang udah aku ambil, pastilah aku udah pikirkan nantinya aku bakal jadi apa. Aku bisa sukses itu tegantung aku nantinya, bisa menjadikan itu kenyataan atau cuma angan saja. Setidaknya aku udah berusaha sampai sejauh ini, setidaknya aku bukan pengecut yang takut untuk menggapai apa yang aku inginkan. Ya kan Bim?” tanyaku balik ke sang empu pertanyaan.

“Eh i iya sih. Yaudah deh semangat ya Ran kuliahnya. Kita semua bakalan dukung kok, asalkan gak kamu ajak ke jalan yang sesat aja hahaha.”

Ku hanya meng-iyakan perkataannya. Aku sudah capek dari tadi diinterview tentang kuliah, masa depan, bahkan hingga rencana menikah yang bahkan belum aku pikirkan.

-----

“Kenapa aku jadi kepikiran pertanyaan yang tadi sih?” batinku.

“Memangnya aku gak boleh apa punya mimpi seperti itu? Apa mimpiku terlalu tinggi? Ah.. sepertinya tidak juga. Banyak juga orang yang punya pemikiran dan mimpi sepertiku.

Tapi...

Lagi-lagi apakah aku sanggup untuk menjadikannya nyata? Akankah aku mengecewakan orang-orang yang sudah mendukungku? Akankah aku mengecewakan mereka?”

Termenunglah aku. Pertanyaan tadi mulai membuatku gelisah dan berpikir.

“Apakah bisa?” batinku lagi.

Mengapa orang-orang dengan teganya bertanya seperti itu kepada sang pemilik mimpi? Aku tak habis pikir. Mungkin mereka pikir hanya dengan ilmu yang sedang aku pelajari aku tidak bisa menjadi seperti apa yang kuimpikan.

“Apa salahnya dengan jalan yang kupilih? Toh tidak ada ruginya untuk mereka,” pikirku.

Haaah betapa rumit dunia ini. Disaat ada orang yang ingin menggapai mimpinya tapi malah diejek. Dijadikanlah dia kecil keberanian. Menjadikan dia ragu akan pilihannya. Menjadikannya ragu apakah mimpinya itu bisa digapai.

Memang benar, semua orang akan diuji, ditempa sebelum menjadi bak pedang yang tajam. Hanya kita saja mampu menahan sakit dan pedihnya tempaan itu atau tidak. Semuanya kembali lagi ke satu permasalahan, yaitu DIRI KITA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: The 5 Levels of Leadership

  gambar: media.oiipdf.com Oleh : Mutahassin Bilhaq   Identitas Buku Judul               : The 5 Levels of Leadership Penulis            : John C. Maxwell Penerbit          : Center Street Tahun Terbit   : 2011 Halaman         : 452 halaman Kategori          : Leadership Bahasa             : Inggris Harga              : $17.66 Ringkasan "Leadership is one of my passions. So is teaching it. I’ve dedicate more than thirty years of my life to helping others learn what I know about leading. In fact, I spend about eight days every year teaching l...

HARIAN AQUA (Vol. 33): HARGA BBM NAIK, APA KATA MAHASISWA?

Harga BBM Naik, Apa Kata Mahasiswa? (Sumber: garta.com) Malang, LPM AQUA -Selasa (12/09/2022), BBM atau singkatan dari bahan bakar minyak merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari suatu pengilangan ( refining) minyak mentah ( crude oil ). Minyak mentah yang berasal dari perut bumi ini diolah dalam pengilangan dahulu untuk menghasilkan suatu produk-produk minyak yang termasuk di dalamnya yaitu BBM. Pemerintah pada S abtu, 3 September 2022, resm i menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM. Berbagai tanggapan menanggapi kenaikan dari harga BBM tidak menyurutkan langkah pemerintah. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.      (Sumber: pertamina.com) Berbagai respon pun tertuai terutama dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa memberikan beragam tanggapan mengenai kenaikan BBM yang terjadi d...

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...