Katakan Tidak pada Pelecehan Seksual
(Sumber: rodnae-production-pexels.com)
Malang, LPM AQUA-Senin (8/8/2022) Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan dalam ruang lingkup pendidikan. Perguruan tinggi salah satu jenjang pendidikan yang menduduki urutan pertama terjadinya kasus kekerasan maupun pelecehan seksual terbanyak antara tahun 2015-2021 (Komnas Perempuan, 2021). Berbagai tanggapan pun menguar dari kalangan mahasiswa tentang kasus pelecehan seksual yang sangat disayangkan terjadi di lingkungan pendidikan tersebut.
“Adanya kasus tersebut seharusnya tidak terjadi dimana pun, tak hanya di lingkungan kampus saja. Seharusnya masyarakat dan pihak kampus mampu menyediakan lingkungan yang aman bagi mahasiswanya maupun masyarakat umum,” ujar Dian.
“Sebagai perempuan yang rentan terkena pelecehan seksual, saya berfikir bahwa kampus yang menjadi tempat menimba ilmu, seharusnya menjadi tempat yang aman dan ramah bagi perempuan,” tanggapan Grace.
“Menurut saya pelecehan seksual di wilayah kampus sangat berbahaya dan membuat mahasiswa maupun mahasiswi tidak nyaman berada di wilayah kampus,” ujar Erwita.
“Sangat meresahkan dan butuh ditindak lanjuti supaya diberi sanksi yang setimpal,” ujar Khoirunnisa.
Menurut siaran pers Komnas Perempuan tentang Catatan Tahunan (CATAHU) 2022, sebanyak 338.496 kasus kekerasan maupun pelecehan seksual telah diadukan pada tahun 2021. Berdasarkan data CATAHU 2021 Komnas Perempuan, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir yaitu 2010 hingga 2020, angka kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap perempuan mengalami peningkatan, mulai dari 105.103 kasus pada tahun 2010 kini mencapai 299.911 kasus pada tahun 2020. Apabila dihitung terdapat rata-rata kenaikan sebesar 19,6% per tahunnya. Dari banyaknya kasus tersebut, kalangan mahasiswa memberikan tanggapan mengenai diperlukan suatu badan khusus untuk menanggulangi kasus pelecehan seksual.
“Perlu. Adanya badan khusus yang menanggulangi kasus pelecehan seksual tersebut dapat membantu untuk mencegah, menangani, serta mengedukasi teman-teman mahasiswa, tenaga pendidik, maupun masyarakat umum tentang kasus pelecehan seksual terutama yang terjadi di lingkungan kampus,” pendapat Dian.
“Iya perlu, soalnya seringnya kasus dimana korban ga berani speak up terkait pelecehan yang dialaminya karena kurangnya perhatian dan support masyarakat, terus juga masyarakat bakal kasi stereotipe negatif ke korban, bahkan parahnya ada yang menyalahkan korban pelecehan karna alasan 'kurang tertutup bajunya',” tanggapan Aliya.
“Sangat perlu. Mereka yang jadi korban bisa saja depresi karena tidak ada wadah untuk menyalurkan pengalaman mengerikan yang mereka hadapi. Mereka cenderung menutup diri, karena malu tidak ingin pengalaman mereka jadi tontonan publik. Selain itu, mungkin pelaku juga bisa saja mengancam korban, sehingga korban tidak berani berbuat apa-apa. Diharapkan dengan dibentuknya badan khusus penanggulangan kasus pelecehan seksual ini mampu menjadi sandaran, uluran tangan, harapan bagi korban untuk mengatasi permasalahan mereka dan dapat menghukum si pelaku sesuai aturan yang ada,” tutur Anisa.
Selain dibentuk badan khusus juga diperlukan pengedukasian dari diri sendiri guna terhindar maupun bertindak dari kasus pelecehan seksual. Berbagai tanggapan pun dituai dari kalangan para mahasiswa tentang beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengedukasi diri mengenai kasus pelecehan seksual
“Sering membaca berita tentang kasus pelecehan seksual tersebut kemudian mencoba mencari solusi sendiri bagaimana semestinya kita bertindak apabila dihadapkan dengan keadaan seperti itu, atau bisa juga melihat beberapa media online yang memberikan edukasi tentang adanya kasus pelecehan seksual tersebut,” ujar Dian.
“Melalui webinar yang mampu mempelajari hal tentang menghindari dari kasus pelecehan seksual,” tanggapan Khoirunnisa.
“Belajar tentang edukasi seksual, menghindari kejadian yang mengarah ke pelecehan seksual, melaporkan adanya kejadian seksual yang terjadi di sekitar kita, berani bertindak melindungi korban, berani melawan pelaku saat tengah melakukan pelecehan,” tutur Anisa. (anw)
Referensi:
https://lm.psikologi.ugm.ac.id/2022/05/kekerasan-seksual-di-kampus/. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2022 pukul 10.00 WIB.
Komentar
Posting Komentar