Udang merupakan
salah satu komoditas ekspor yang diunggulkan untuk menambah devisa Negara.
Permintaan udang di pasar dunia diprediksi akan terus meningkat, terutama di
beberapa Negara maju yang masyarakatnya sudah menerapkan pola hidup sehat.
Kriteria gizi dari udang yang tinggi protein dan rendah kolesterol menjadi
pertimbangan utama selain rasanya yang gurih. Inilah yang harus dijadikan
peluang bagi Indonesia sebagai Negara eksportir udang terbesar di dunia. Hal
ini tentu berdasarkan fakta yang ada bahwa Indonesia mempunyai
luas wilayah serta adanya
sumber daya alam
yang mendukung untuk dapat
mengembangkan usaha budidaya udang.
Petambak udang
kita sempat berjaya di masa lalu dengan udang asli Indonesia yakni udang windu
(Penaeus monodon). Akan tetapi udang
jenis ini rentan terhadap penyakit udang misalnya white spot. Hal ini diperparah dengan masuknya udang vaname yang
didatangkan dari Amerika Latin. Alhasil sinar dari udang windu kian meredup.
Udang vaname
memang memiliki keunggulan bisnis dibanding udang windu. Udang vanname bisa
dibudidayakan dengan padat tebar yang lebih tinggi. Selain itu, udang jenis ini
terbilang tidak manja. Udang ini akan tetap tumbuh dengan baik meskipun
prosentase protein dalam pakan yang kita berikan lebih sedikit. Melihat dari
semua keunggulan itu, petambak kita berbondong-bondong beralih ke budidaya
vaname.
Bagaikan dua
kutub baterai, ada sisi positif, ada juga sisi negatif yang selalu
mengikutinya. Yang lebih menjadi sorotan adalah kondisi sumber daya alam di
Indonesia ini. Perairan Indonesia bisa dikategorikan kurang baik jika dibuat
budidaya, terutama budidaya tambak. Seperti yang dilansir dari laman
beritabogor.com, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil sampah plastik ke
laut terbanyak kedua di dunia setelah Tiongkok. Data Jambeck et al 2015
menyebutkan sampah plastik Indonesia ke laut mencapai 187,2 juta ton. Hal ini
diperkuat dengan temuan Lingkunganhidup.com bahwa kondisi pencemaran laut di
Indonesia, dapat dikatakan 75 persen tergolong Sangat Tercemar, 20 persen Tercemar
sedang dan sisanya sebesar 5 persen dikategorikan Tercemar ringan. Pencemaran
bersumber dari berbagai polutan: plastik, pestisida, minyak dan lain-lain.
Berangkat dari
semua permasalahan yang ada, perlu sebuah terobosan terbaru supaya produksi
udang di Indonesia tetap stabil meskipun perairannya tercemar. Salah satu
alternatif cerdas adalah membudidayakan vaname di perairan tawar. Temuan ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riani et al 2012 yang menyatakan
bahwa udang vaname memiliki karakteristik spesifik seperti mampu hidup pada
kisaran salinitas yang luas, mampu beradaptasi terhadap lingkungan bersuhu
rendah, dan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Ini berarti vaname
yang umumnya hidup pada salinitas 25-35 ppt bisa dipaksa hidup pada salinitas
mendekati nol.
Di beberapa
daerah di Indonesia memang sudah menerapkan sistem budidaya vaname air tawar
ini, akan tetapi Standart Operasional Prosedur (SOP) yang mutahir belum
ditemukan. Selama ini petambak hanya membudidayakan vaname air tawar ini di
kolam tradisional yang dipolikulturkan dengan spesies lain seperti ikan
bandeng.
Komentar
Posting Komentar