
Petambak udang
kita sempat berjaya di masa lalu dengan udang asli Indonesia yakni udang windu
(Penaeus monodon). Akan tetapi udang
jenis ini rentan terhadap penyakit udang misalnya white spot. Hal ini diperparah dengan masuknya udang vaname yang
didatangkan dari Amerika Latin. Alhasil sinar dari udang windu kian meredup.
Udang vaname
memang memiliki keunggulan bisnis dibanding udang windu. Udang vanname bisa
dibudidayakan dengan padat tebar yang lebih tinggi. Selain itu, udang jenis ini
terbilang tidak manja. Udang ini akan tetap tumbuh dengan baik meskipun
prosentase protein dalam pakan yang kita berikan lebih sedikit. Melihat dari
semua keunggulan itu, petambak kita berbondong-bondong beralih ke budidaya
vaname.

Berangkat dari
semua permasalahan yang ada, perlu sebuah terobosan terbaru supaya produksi
udang di Indonesia tetap stabil meskipun perairannya tercemar. Salah satu
alternatif cerdas adalah membudidayakan vaname di perairan tawar. Temuan ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riani et al 2012 yang menyatakan
bahwa udang vaname memiliki karakteristik spesifik seperti mampu hidup pada
kisaran salinitas yang luas, mampu beradaptasi terhadap lingkungan bersuhu
rendah, dan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Ini berarti vaname
yang umumnya hidup pada salinitas 25-35 ppt bisa dipaksa hidup pada salinitas
mendekati nol.
Di beberapa
daerah di Indonesia memang sudah menerapkan sistem budidaya vaname air tawar
ini, akan tetapi Standart Operasional Prosedur (SOP) yang mutahir belum
ditemukan. Selama ini petambak hanya membudidayakan vaname air tawar ini di
kolam tradisional yang dipolikulturkan dengan spesies lain seperti ikan
bandeng.
Komentar
Posting Komentar