Dunia pendidikan
perguruan tinggi akan selalu kental dengan aktivitas keintelektualan. Hal ini
tentu berdasar dengan apa yang dibebankan terhadapnya bahwa perguruan tinggi
adalah pencetak para penerus bangsa yang berkualitas dan bernalar kritis.
Menyoal dunia
pendidikan terutama di perguruan tinggi, yang hingga sekarang masih menjadi
persoalan adalah hilangnya tanggung jawab agung yang tertuang dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat
dirasa hanya menjadi hafalan tugas ospek mahasiswa baru. Masyarakat akan
berakhir sebagai pemimpi belaka jika mahasiswa yang diharapkan perannya belum
bisa menerjemahkan makna Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Persoalan perguruan tinggi yang mulai terindustrialisasi
sempat dimuat dalam opini kompas yang ditulis oleh Budiawan, salah satu dosen
UGM Yogyakarta. Perguruan Tinggi mulai berorientasi pada tuntutan bisnis
(ekonomi), bahkan sistem yang dianutnya pun sudah melunturkan substansi Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Buka tutup program studi menjadi hal yang lumrah
disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat itu. Mahasiswa yang
harusnya terbebani dengan tanggung jawab sosial seolah tutup mata dengan
kondisi bangsanya. IPK tinggi menjadi target utama agar cepat laku di pasar
tenaga kerja. Peran mahasiswa terdegradasi dengan rutinitas perkuiahan.
Pojok-pojok diskusi keilmuan dan kebangsaan adalah hal yang langka ditemukan di
kehidupan kampus. Agent of Change ini mulai bangga dengan egoismenya, kawan
dianggap kompetitor, masyarakat dianggapnya medan pertempuran. Padahal
persoalan yang ada di kolong langit ini
adalah persoalan mereka yang berpikir, begitu kata Pramoedya Ananta Toer.
Kondisi ideal
pendidikan dan pengajaran juga masih dipertanyakan keefektifannya. Sering kali
teori yang diberikan di bangku perkuliahan tertinggal beberapa langkah dengan
kondisi di lapang. Hal ini diperparah dengan prosentase mahasiswa yang turun
langsung ke lapang lebih minim dibandingkan untuk duduk diam mendengarkan dosen
bercerita teori ini itu. Alhasil, “tenaga kerja” yang dicetak perguruan tinggi
akan kikuk dengan kehidupan nyata setelah
kelulusannya, karena teori yang mungkin sudah usang dijadikan kiblat
satu-satunya. Tak selamanya teori di bangku kuliah sesuai dengan fakta di
lapang. Oleh karena itu, sudah waktunya para tenaga pendidik dan mahasiswa mulai
menyadari keterbelakangan mereka dan mulai menjiwai kembali Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
Komentar
Posting Komentar