Langsung ke konten utama

OPINI: SASARAN KIP-KURANG TEPAT MEDIA SOSIAL JADI AJANG BULLYING

 

SASARAN KIP-KURANG TEPAT
MEDIA SOSIAL JADI AJANG BULLYING


(sumber: Pinterest)


         

           Program Beasiswa Kartu Indonesia Pintar kuliah (KIP-K) adalah sebuah program bantuan biaya pendidikan yang diperuntukkan bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu di Indonesia. Program ini sangat berdampak positif bagi mahasiswa yang benar-benar memiliki semangat tinggi dalam menempuh pendidikan namun memiliki keterbatasan biaya. Selain dampak positif, program ini ternyata juga memberikan dampak negatif yaitu penyalahgunaan uang KIP-K yang tidak tepat sasaran. Beberapa penerima bantuan KIP-K bukanlah dari mahasiswa yang kurang mampu, melainkan dari mereka yang berusaha menghalalkan segala cara untuk memperoleh dana beasiswa secara tidak jujur dengan cara memanipulasi data. Banyak terjadi keluhan mengenai penyaluran dana KIP-K yang salah sasaran. Penerima dana “salah sasaran” justru membeli barang-barang mewah “kebutuhan tersier” sedangkan bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam biaya kuliah berjuang mencari uang untuk dana pendidikannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah dari pihak kampus tidak benar-benar menyeleksi terkait data dan informasi yang diunggah oleh calon penerima?. Selain itu, rendahnya pengawasan terhadap penggunaan dana KIP-K juga menjadi perhatian. Ada baiknya pihak kampus melakukan evaluasi di setiap semester terhadap mahasiswanya yang memperoleh beasiswa.

            Baru-baru ini sedang hangat dikalangan mahasiswa Universitas Brawijaya yang mana muncul sebuah akun Instagram yang mengalibikan untuk memperjuangkan hak mahasiswa terkait penerimaan KIP-K yang salah sasaran. Namun sayangnya, tindakan yang dilakukan oleh admin Instagram ini kurang tepat karena data serta informasi yang disampaikan tidak di telusuri dengan benar sehingga menyebabkan kesimpangsiuran informasi dan rasa malu bagi mahasiswa yang terlibat. Hal ini malah menjadi ajang pembully-an bagi mahasiswa yang ternyata layak mendapatkan KIP-K tersebut. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ekonomi setiap orang akan selalu di bawah dan kita juga tidak bisa menyatakan bahwa mempunyai Iphone, baju, dan tas branded adalah hal yang menunjukkan bahwa orang itu ada di kelas atas. Belum lagi malu yang di tanggung dari mahasiswa tersebut karena diketahui teman-temannya padahal mereka memang layak mendapatkan beasiswa KIP-K. Sebaliknya untuk mahasiswa yang mendapat beasiswa KIP-K padahal mereka pada dasarnya mampu secara finansial seharusnya malu pada dirinya sendiri dan lebih sadar bahwa masih banyak mahasiswa dari kalangan kurang mampu yang lebih membutuhkan untuk biaya kuliahnya.

      Terkait penyalahgunaan program KIP-K, langkah yang dapat kita diambil adalah dengan melaporkan ke pihak kampus ataupun lembaga eksekutif kampus yang menjadi fasilitator. Melalui pengisian form pengaduan yang telah disediakan . Dalam form tersebut, kita dapat menjelaskan bahwa terdapat mahasiswa yang tidak layak menerima bantuan KIP-K dan menyertakan bukti-bukti yang valid untuk mendukung laporan tersebut. Pentingnya menyertakan bukti-bukti yang valid adalah agar laporan yang disampaikan memiliki dasar yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Melaporkan tanpa bukti yang valid merupakan suatu bentuk penghakiman sosial terhadap pihak yang dilaporkan. Pada dasarnya, memanfaatkan bantuan KIP-K bukanlah masalah, selama bantuan tersebut digunakan sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu untuk keperluan pendidikan bagi mahasiswa yang memang berstatus kurang mampu secara finansial.

Penulis: Ruth Febe maryeta

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...

RESENSI BUKU: MAAF TUHAN AKU HAMPIR MENYERAH

MAAF TUHAN AKU HAMPIR MENYERAH (Sumber: goodreads.com) Malang, LPM AQUA -Jumat (08/04/2022) Buku dengan judul “Maaf Tuhan Aku Hampir Menyerah” merupakan karya Alfialghazi yang sukses menarik pembaca dalam tulisannya. Buku ini mengajarkan mengenai lika-liku kehidupan dengan surga sebagai akhir. Buku ini memberikan inspirasi serta motivasi bagi mereka yang terpuruk dan mendorong seseorang untuk bangkit kembali. Tidak semua hal dalam kehidupan berjalan seperti yang kita inginkan. Ada saatnya harapan yang kita impikan serta langkah yang telah kita tuai dihentikan secara paksa. Rasa putus asa yang muncul dalam menjalani kehidupan hingga muncul keinginan untuk menyerah. Dalam buku ini dijabarkan bahwa setiap orang memiliki masalah serta kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang berbeda-beda. Selain itu, buku “Maaf Tuhan Aku Hampir Menyerah” mengajarkan untuk beristirahat ketika lelah terhadap hiruk pikuk kehidupan, semangat untuk jangan menyerah, serta semangat untuk bangkit demi menc...

ESAI: The Significance of Identity Formation in Early Childhood Education

  The Significance of Identity Formation in Early Childhood Education By: Mutahassin Bilhaq mentatdgt_pexels.com Malang, LPM AQUA -Wednesday (29/12/2021) Since March 2020, Indonesia has been experiencing a Covid-19 pandemic. This condition undoubtedly has a significant impact on several sectors, including education. Regulations imposed by the government, such as the wearing of masks, the keeping of a safe distance, the prohibition of gathering, and so on, have caused many agencies, including educational institutions, to implement a variety of new policies in the conduct of their activities. At the start of the pandemic, the government instructed people to study for 14 days online from home, and it turned out that this instruction was extended into the following year. When we arrive in November 2021, the world has changed dramatically. Many schools and universities throughout this country have and will continue to have limited face-to-face teaching and learning processes with stri...