Langsung ke konten utama

RESENSI BUKU: MATAHARI

 

Matahari

(Sumber: gramedia.com)

Judul                           : Matahari

Penulis                        : Tere Liye

Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit                 : 2016

Jumlah halaman         : 390

ISBN                           : 978-602-033-211-6


Novel Matahari adalah sekuel ketiga dari seri ‘Bumi’ yang ditulis oleh penulis terkenal Tere Liye. Melanjutkan kisah perjalanan dari tiga sahabat-Raib, Seli, dan Ali-yang telah bertualang berkeliling klan asal leluhur Seli berasal, yaitu Klan Matahari. Setelah menyelesaikan turnamen Bunga Matahari di klan Matahari, mencegah rencana jahat Ketua Konsil Klan Matahari, dan yang paling menyakitkan, menyaksikkan langsung kematian teman mereka Ily, ketiga sahabat tersebut akhirnya harus kembali menjalani kehidupan normal mereka. Namun bukan Ali namanya kalau tidak selalu ingin tahu banyak hal. Berkat informasi dan data yang Ia dapatkan, Ali dapat menemukan pintu masuk ke Klan Bintang. Tibalah petualang baru bagi ketiga tersebut, meski perjalanan tersebut sempat tertunda karena pertengkaran antara Raib dan Ali. Saat sampai di Klan Bintang mereka terpesona dengan kondisi klan tersebut, belajar banyak hal, serta bertemu para pengungsi. Sayangnya, tidak lama sampai di sana mereka dihadapkan dengan masalah besar yang menyangkut kelangsungan hidup dunia pararel. Apa masalah tersebut? Kalian bisa membacanya sendiri nanti.

Kelebihan Buku:

Sama seperti novel-novel dari seri sebelumnya, novel Matahari membawakan cerita dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti oleh banyak kalangan. Plot Serita yang tidak terlalu rumit, tetapi tetap dibawakan dengan nuansa ‘ingin tahu’ menjadi poin plus buku ini.

Kelemahan Buku:

Kelemahan dari buku ini adalah tidak menyajikan gambar dan banyak detail percakapan atau hal-hal lain di tengah cerita yang terkadang membosankan untuk disimak. Namun dari keseluruhan, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca, terutama bagi kalian yang sangat menyukai genre adventure dan science-fiction. Juga tambahan, bagi kalian yang ingin membaca buku ini sebaiknya membaca seri-seri sebelumnya, yaitu Bumi dan Bulan karena ada detail-detail diantara ketiga buku ini yang saling berhubungan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...

RESENSI BUKU: PERTEMUAN DUA HATI

PERTEMUAN DUA HATI (Sumber: bukabuku.com) A.                Identitas Buku a)                  Judul Buku                  : Pertemuan Dua Hati b)                  Pengarang                   : Nh. Dini c)                   Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama Jakarta d)                  Tahun Terbit  ...

CERPEN: BUNGA YANG TERINJAK

  Bunga yang Terinjak (karya: Najla Kamiliya Gunawan ) (sumber: pinterest) Jam berdetak dengan keras mengikuti irama jantung. Dalam lorong yang gelap, beberapa wanita duduk dengan penuh ketegangan. Mereka duduk berjejer di lorong, tatapan yang penuh kecemasan saling bertaut dalam keheningan yang mencekam. Udara terasa beku, seolah lorong itu menjadi panggung bagi pertunjukan ketidakpastian. Setiap napas terasa berat, seakan-akan mereka menanti waktu yang akan mengguncang fondasi kehidupan mereka.  Dahinya basah berkeringat meskipun udara malam dingin menusuk panca indra. Dengan susah payah, ia kembali menelan salivanya. Bola matanya bergetar memancarkan ketakutan tatkala memandang kejadian mengerikan itu dari balik tirai, hatinya berdebar-debar di tengah ketakutan. Kegelapan malam menyaksikan bayangan-bayangan kekerasan, dan ia merasa terjebak dalam dunia gelap yang tak bisa diubah. Ia sontak menundukkan pandangannya, membiarkan rambutnya menutupi wajahnya, karena tak...