Malang-LPM AQUA. Sumber daya
Provinsi Riau yang didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam,
karet, kelapa sawit dan
perkebunan serat menjadikan Riau sebagai salah satu Provinsi terkaya di
Indonesia. Sayangnya, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas
hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160,000 hektar hutan habis
ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun
2009. Deforestasi dengan
tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang
sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun, dan menjalar ke
negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
(Sumber Gambar: merdeka.com)
Beberapa hari sebelumnya hingga minggu
ke dua September sekarang, Riau masih diselimuti oleh kabut asap tebal. Wakil
DPRD Riau, Noviwaldi Jusman mengatakan bahwa kondisi kabut asap terus memburuk
dan berbahaya. Karena itu, ia meminta Plt Gubri secepatnya menaikan status dari
siaga darurat menjadi gawat darurat kabut asap.
Badan Meterorologi, Klimatologi dan
Geofisika Stasiun Pekanbaru menyebutkan satelit Tera dan Aqua memantau lonjakan
titik panas di Sumatera mencapai 413 titik. Jumlah tersebut jauh meningkat dari
hari sebelumnya, yakni 151 titik. Menurut Kepala BMKG Pekanbaru Sugarin, kabut
asap kian pekat menyelimuti Riau. Jarak pandang di Pekanbaru 200 meter, bahkan
di Pelalawan hanya 50 meter (Tempo.co).
Terjadinya kebakaran hutan di Riau pada tahun
ini memang tidak terlepas dari kemarau panjang yang melanda Indonesia.
Dikutip dari situs Viva.co.id (8/8/2015), hasil pantauan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa El Nino menimpa Indonesia
tahun ini. Fenomena alam ini menimbulkan kemarau berkepanjangan dan
diperkirakan akan terus menguat serta mencapai puncaknya pada dua bulan ke
depan. Kepala BMKG, Andi Eka Sakya bahkan menyatakan bahwa musim kemarau tahun
2015 akan lebih panjang dibandingkan tahun lalu. Hal ini sebagai dampak dari
munculnya El Nino yang menyebabkan awal musim hujan 2015/2016 mengalami
kemunduran. Kemarau panjang tersebut memang merupakan penyebab dari timbulnya
kebakaran hutan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab adanya kebakaran
hutan adalah karena adanya unsur kesengajaan. Mantan Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono mengatakan dalam President Lecture di Lemhanas Jakarta
(8/9/2015), bahwa terjadinya kebakaran lahan dan hutan yang berada di wilayah
Sumatera, bersumber dari dua hal. Pertama, suhu yang terlalu panas dan kedua,
adanya pembakaran lahan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. SBY pun pernah
melakukan analisis dan meyakini bahwa 70 persen penyebab terjadinya asap di
Riau adalah dibakar. Dalam artikel Vol. VI, No. 06/II/P3DI/Maret/2014
yang dikeluarkan oleh P3DI Setjen DPR RI, Kebakaran hutan dan lahan paling
banyak disebabkan oleh perilaku manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaian
mereka. Hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh alam (petir atau lava
gunung berapi). Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut: 1.
konversi lahan, yang disebabkan oleh kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan
untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain-lain; 2.
pembakaran vegetasi, yang disebabkan oleh kegiatan pembakaran vegetasi yang
disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api lompat, misalnya
pembukaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan, atau penyiapan lahan
oleh masyarakat; 3. pemanfaatan sumber daya alam, yang disebabkan oleh
aktivitas seperti pembakaran semak-belukar dan aktivitas memasak oleh para
penebang liar atau pencari ikan di dalam hutan; 4. pemanfaatan lahan gambut,
yang disebabkan oleh aktivitas pembuatan kanal atau saluran tanpa dilengkapi
dengan pintu kontrol yang memadai air sehingga menyebabkan gambut menjadi
kering dan mudah terbakar; 5. sengketa lahan, yang disebabkan oleh upaya
masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan atau
aktivitas penjarahan lahan yang sering diwarnai dengan pembakaran. Kebakaran
hutan dan lahan Riau telah menyebabkan kualitas udara memburuk. Dinas Kesehatan
Pekanbaru mencatat udara di Pekanbaru telah berada pada level 130 Psi (pounds
per square inch) atau tidak sehat karena mengandung particulate matter (PM-10)
berlebih yang sangat berbahaya untuk kesehatan paru-paru. Bahkan 10
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat turut terkena dampak oleh kabut asap
Riau. Hal ini menyebabkan Pemerintah Provinsi memberlakukan status siaga
darurat bencana asap sampai dengan 31 Maret 2014. Tercatat tiga ribuan warga
terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat asap. Untuk mengurangi
dampak yang lebih buruk, beberapa walikota/bupati di Sumatera Barat
mengeluarkan kebijakan meliburkan anak-anak sekolah (SD, TK, dan PAUD). BNPB
memperkirakan kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di
Provinsi Riau tahun ini mencapai Rp 10 triliun, terhitung sejak Januari hingga
Maret 2014.
Komentar
Posting Komentar