Langsung ke konten utama

RESENSI BUKU: RABU RASA SABTU

Sumber Gambar: Gramedia


Identitas Buku

Judul: Rabu Rasa Sabtu

Penulis: Arswendo Atmowiloto

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama 

Tahun: 2015

Jumlah halaman: 240


Sinposis

Berkisah tentang Way seorang wanita yang memilki penyakit batuk, terdengar klise tapi sakit yang ia derita memaksanya untuk menjalani hidup dengan terus melakukan pengobatan, terisolasi, bahkan dibayangi oleh kematian setiap saat. Di sisi lain, Jalmo seorang pria yang sedari dahulu hidup sebatang kara, menjadi teman baik Way untuk dapat memaknai kembali sisa hidupnya. Mulai dari kisah awal pertemuan mereka yang terdapat pada bagain pertama dari novel ini dengan tajuk Aku Mencintaimu, Kalaupun Kamu Hanya Separuh. Hingga petualangan Mencari Buaya Putih, yang menjadi bagian kedua dalam kisah mereka. Pada bagain ketiga yang menjadi akhir novel diceritakan bagaimana Way dan Jalmo saling menerima dan memahami bahwa, Kematian dan Kelamin itu Kuasa Tuhan. 


Resensi

Rabu Rasa Sabtu ini, menyajikan cerita simpel dan ringan, tapi mengandung makna yang lebih dalam dari sekedar ceritanya. Dalam Novel ini, Arswendo berani menyinggung hal sensitif dan dewasa sebagai  bumbu pelengkap, tanpa mengganggu makna utamanya. 


Arswendo melalui novel Rabu Rasa Sabtu mampu memadukan berbagai genre yang dikemas dengan apik, aliran pergantian antar genrenya sangat halus hingga membuat pembaca semakin tertarik untuk terus mengikuti kelanjutkan kisah Way dan Jalmo.


Daya tarik utama novel ini adalah pemilihan bahasa yang digunakan menyaru dengan puisi, kata-kata yang saling berima membentuk kalimat seakan menjadi barisan puisi yang bercerita. "Semua terdiam. Hanya ada malam. Dominasi warna hitam." halaman 182.


Penyajian alur dalam novel berjudul Rabu Rasa Sabtu ini dirasa resensator kurang seimbang, pada bagian pertama pembaca disajikan cerita dengan tempo yang cepat untuk mengetahui awal peretemuan Way dan Jalmo, sedikit klise dan membosankan. Kemudian di bagain dua, ketika mereka berkelana mencari buaya putih mulai terjadi konflik yang menarik, sudut pandang kedua tokoh utama menjadi hal penting, namun eksekusinya terlalu lambat. Pada bagain akhir,  kisah Way dan Jalmo ditutup dengan dialog open ending, membuat resensator mulai berpikir berbagai kemungkinan yang terjadi setelahnya.


Sebagai kesimpulan, buku ini memiliki cerita yang menarik untuk dibaca. Dengan catatan sudah cukup umur, karena beberapa adegan dalam novel ini mengandung hal dewasa dan sensitif. Dibutuhkan pemikiran terbuka dan sudut pandang filosofis untuk menikmati novel Rabu Rasa Sabtu karya Arswendo Atmowiloto.


Penulis: Primanita Dewi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...

RESENSI BUKU: PERTEMUAN DUA HATI

PERTEMUAN DUA HATI (Sumber: bukabuku.com) A.                Identitas Buku a)                  Judul Buku                  : Pertemuan Dua Hati b)                  Pengarang                   : Nh. Dini c)                   Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama Jakarta d)                  Tahun Terbit  ...

CERPEN: BUNGA YANG TERINJAK

  Bunga yang Terinjak (karya: Najla Kamiliya Gunawan ) (sumber: pinterest) Jam berdetak dengan keras mengikuti irama jantung. Dalam lorong yang gelap, beberapa wanita duduk dengan penuh ketegangan. Mereka duduk berjejer di lorong, tatapan yang penuh kecemasan saling bertaut dalam keheningan yang mencekam. Udara terasa beku, seolah lorong itu menjadi panggung bagi pertunjukan ketidakpastian. Setiap napas terasa berat, seakan-akan mereka menanti waktu yang akan mengguncang fondasi kehidupan mereka.  Dahinya basah berkeringat meskipun udara malam dingin menusuk panca indra. Dengan susah payah, ia kembali menelan salivanya. Bola matanya bergetar memancarkan ketakutan tatkala memandang kejadian mengerikan itu dari balik tirai, hatinya berdebar-debar di tengah ketakutan. Kegelapan malam menyaksikan bayangan-bayangan kekerasan, dan ia merasa terjebak dalam dunia gelap yang tak bisa diubah. Ia sontak menundukkan pandangannya, membiarkan rambutnya menutupi wajahnya, karena tak...