Langsung ke konten utama

CERPEN - Hitamkan Pelangi

Ilustrasi : devianart.com

Untukku ia adalah ingatan.
Mesin waktu yang terus bergerak,
dan terkadang menyapa kecewa
di suatu masa.

Karena Tuhanlah yang menciptakan ingatan, sebabnya mesin waktu itu masih suka menyapa ingatan masa lalu, dikala langit sore mengetahui tangisku dibawah hujan berteduh. Dikala kata dan arti ‘berantakan’ tak pernahpun terbenak dalam pikiran. Melangkahlah sudah, saatnya berlari.

Luka atas masa lalu- masihkah?

Jemari perempuan itu mulai menggoreskan bercak luka pada robekan kertas yang kala itu ia sukai, ia mulai mengeluarkan rasa sakit perlahan demi perlahan diatas tinta merah yang ia pilih. Mungkin, ia menyengajakan warna itu karena ia yakin itu tanda keberanian, ya... sebuah tanda tentang pertentangan terhadap masa lalu. Ia tak menggubris betapa sakitnya perasaan, ia tak peduli betapa parahnya luka batin yang ia terima, kala itu ia hanya melakukan apa yang ingin ia lakukan, atas penderitaan kesekian. Bahkan jika ia mau, bisa saja ia mengakhiri hidupnya kala itu juga, namun sayang, sepertinya Tuhan membiarkan ia hidup untuk menebus dosa-dosa yang ia lakukan atau mungkin Tuhan lebih baik daripada itu, maksudnya Tuhan membiarkan ia hidup karena Tuhan masih menginginkan dia menemukan jati diri dan kebahagiaan dia di dunia sebelum kembali pada yang kekal.

            “Brakkkkkkk....”

Perempuan itu mulai menatap setumpukan barang yang berantakan di depannya, tanpa gerak dan tanpa isyarat apapun, ia hanya memandanginya dan sedikit merasakan gemetar di seluruh badannya. Tak keluar sepatah katapun dari mulutnya, ia hanya mengamati setiap detail bercak luka yang berhasil ia goreskan pada kertas putih. Sebenarnya ia tak pernah menginginkan untuk memiliki ingatan mengerikan itu, hanya saja ia sadar jika dia hanya “manusia” yang terlahir dengan segala mesin waktu ingatan, entah sedih ataupun bahagia. Tapi ia juga sadar bahwa ingatan itu akan terlupakan, emmm mungkin bukan terlupakan, lebih tepatnya akan tertutup oleh sesuatu yang nantinya membuat ia bisa kembali ke titik normal. Lebih dari itu, harapan diapun tak pernah muluk-muluk sebenarnya, hanya sebatas “Lupa dan pulih”.
***
Baru saja ia mengalihkan pandangan dari setumpukan barang yang berantakan, tiba-tiba notifikasi media sosialnya berbunyi, tapi ia hanya menatapnya tanpa ada niatan untuk membuka pesan yang masuk. Namun pada akhirnya pada bunyi ketujuh ia mengalah dan membuka salah satu pesan dari temannya.

Kenzi: “Aria, masih di kos? Ayok ngopi”, lelaki itu mengajak keluar perempuan yang akhirnya kita ketahui namanya. Aria memfokuskan setiap kata di pesan tersebut “Aku belum mengerti, tapi aku ingin diselamatkan dan dipulihkan”, gumannya. Ia mulai membalas pesan dan mengetik setiap abjad yang ingin ia sampaikan dalam bentuk kalimat.

“Aria: Ken, pernah nggak kamu didera oleh rasa sepi?
“Kenzi: Lu kenapa sih? Udah lu siap-siap sana, habis ini gua jemput.
“Aria: Makasih, nggak perlu Ken, lagi nggak mood”, tutup pesan Aria singkat

Naluri manusia adalah “selalu mencari”, ia merasa hilang, kehilangan akan dirinya sendiri, bahkan ia tak tahu sepenuhnya tempat ia berpulang. Ia mulai memandangi langit dari kaca jendela “Cantik tapi gelap”, gumannya. Perempuan bernama Asli Aria Albarn itu adalah penggambaran sosok introvert, ia jarang merasakan luka sepertinya. Namun, tiba-tiba saja ada bagian kosong yang tak tahu harus diisi oleh apa. Cinta? Dendam? Harapan? Mimpi? Apakah dengan memilikinya ia akan terisi dan pulih?

Ia tiba-tiba keluar, meninggalkan setumpukkan barang yang berantakan dan ponselnya. “Aku? Siapa aku? Kenapa aku?”, kalimat tanya itu tak pernah berhenti berkecamuk diisi kepalanya, ya ia hilang, bukan secara fisik tapi secara batin.

Aria berhenti dibawah pohon yang bahkan tak ia kenali, ia menyandarkan badannya dan menatap langit untuk kesekian kali “Pelanginya masih gelap ya?”, nampak senyuman kecil dari bibirnya, sangat manis.


Author: Reny Tiarantika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: The 5 Levels of Leadership

  gambar: media.oiipdf.com Oleh : Mutahassin Bilhaq   Identitas Buku Judul               : The 5 Levels of Leadership Penulis            : John C. Maxwell Penerbit          : Center Street Tahun Terbit   : 2011 Halaman         : 452 halaman Kategori          : Leadership Bahasa             : Inggris Harga              : $17.66 Ringkasan "Leadership is one of my passions. So is teaching it. I’ve dedicate more than thirty years of my life to helping others learn what I know about leading. In fact, I spend about eight days every year teaching l...

HARIAN AQUA (Vol. 33): HARGA BBM NAIK, APA KATA MAHASISWA?

Harga BBM Naik, Apa Kata Mahasiswa? (Sumber: garta.com) Malang, LPM AQUA -Selasa (12/09/2022), BBM atau singkatan dari bahan bakar minyak merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari suatu pengilangan ( refining) minyak mentah ( crude oil ). Minyak mentah yang berasal dari perut bumi ini diolah dalam pengilangan dahulu untuk menghasilkan suatu produk-produk minyak yang termasuk di dalamnya yaitu BBM. Pemerintah pada S abtu, 3 September 2022, resm i menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM. Berbagai tanggapan menanggapi kenaikan dari harga BBM tidak menyurutkan langkah pemerintah. Harga Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax yang non-subsidi naik di harga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.      (Sumber: pertamina.com) Berbagai respon pun tertuai terutama dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa memberikan beragam tanggapan mengenai kenaikan BBM yang terjadi d...

CERPEN JEJAK DI UJUNG SENJA - YAHYA AHMAD KURNIAWAN

  Jejak di Ujung Senja  karya: Yahya Ahmad Kurniawan Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Setiap sore, saat matahari mulai merunduk di balik bukit, Arif selalu berjalan ke tepi danau yang tenang. Danau itu adalah tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merenung dan melupakan segala beban hidup.  Suatu hari, saat Arif duduk di tepi danau, ia melihat seorang gadis asing yang sedang menggambar. Rambutnya panjang dan berkilau seperti sinar matahari, dan senyumnya mampu menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. Arif merasa tertarik dan mendekatinya.  “Nama saya Arif,” katanya dengan suara pelan.  Gadis itu menoleh dan tersenyum. “Saya Lila. Saya baru pindah ke desa ini.”  Mereka pun mulai berbincang. Lila bercerita tentang kota asalnya yang ramai, sementara Arif menceritakan keindahan desa danau yang mereka tempati. Sejak saat itu, mereka menjadi teman akrab. Setiap sore, mereka bertemu di tepi ...